Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, DONGGALA - Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah merupakan satu wilayah terdampak gempa.
Pantai di kawasan Sirenja merupakan titik pusat gempa bermagnitudo 7,4 pada Jumat (28/9/2018) yang berdampak terjadinya tsunami dan likuifaksi di wilayah Palu, Donggala dan Sigi.
Baca: Cak Imin Sebut Capres-Cawapres Boleh Silaturahmi ke Pesantren Asal Tidak Kampanye
Kecamatan Sirenja berjarak 89 KM dari Kota Palu dan ditempuh dalam waktu 2,5 jam.
Akses menuju ke Sirenja ini melewati perbukitan berliku dan pesisir Pantai Barat Sulawesi Tengah.
Jalan rusak ditemui di beberapa titik menuju Sirenja meski kondisinya tidak separah bila dibandingkan perjalanan menuju Kabupaten Sigi.
Ketika sudah memasuki Kecamatan Sirenja, rumah-rumah yang rusak akibat diguncang gempa terlihat di kanan dan kiri jalan.
Baca: ACT Sembelih Lima Ekor Sapi untuk Bantu Koban Gempa di Donggala
Satu kelurahan di Kecamatan Sirenja yang terkena dampak gempa adalah Kelurahan Lampio.
Para korban di Kelurahan ini kini berkumpul di Dusun 4.
Hal itu karena tempat tersebuti dianggap aman dibanding tiga dusun lainnya yang ada di Kelurahan Lampio.
Sampai saat ini aliran listrik di wilayah tersebut masih terputus.
Deretan tenda pengungsian menjadi tempat tinggal sementara sekitar 1.400 warga dari Kelurahan Lampio.
Baca: Kartika Putri Larang Anak-anaknya Bermain Handphone
Tenda itu berada di area perkebunan kelapa yang memenuhi wilayah tersebut.
Sejumlah ibu-ibu di pengungsian terlihat kompak mengolah daging sapi untuk dimasak di dapur umum yang didirikan lembaga kemanusian Aksi Cepat Tangkap (ACT).
Sementara bapak-bapaknya bertugas menyiapkan kayu bakar untuk memasak.
Sedangkan anak-anak tampak bermain di area kebun kelapa ditemani relawan ACT yang melakukan trauma healing kepada mereka.
Tawa riang terlihat dari wajah anak-anak tersebut.
Mereka seakan melupakan tragedi bencana yang dialaminya dua pekan lalu.
Beberapa sapi khas Donggala tampak berlalu lalang di depan tempat pengungsian dan menjadi pemandangan yang banyak dijumpai.
Sapi itu adalah hewan ternak milik para warga.
Dibalik semua kekompakan dan aktivitas kehidupan yang sudah mulai bangkit, korban di tempat ini masih membutuhkan bantuan.
Utamanya, adalah tenda dan selimut untuk mereka tidur.
Sebab, saat ini hujan sudah mulai turun di wilayah tersebut.
Mereka khawatir akan kondisi kesehatannya karena sudah lebih dari dua pekan tinggal di posko pengungsian dengan kondisi seadanya.
"Yang kita minta itu tenda pak karena saat ini satu tenda dipakai untuk enam keluarga. Kita semua tidur tumpuk-tumpukan dan tendanya juga banyak yang bocor," ujar Aisah, korban yang tinggal di pengungsian, Minggu (14/10/2018).
"Selain tenda kami juga butuh selimut karena ini sudah mau masuk musim hujan. Anak-anak disini juga sudah banyak yang sakit buang-buang air dan flu," ujar warga lainnya menimpali.
Kepala Desa Lompio, Zulfikar membenarkan bahwa warganya membutuhkan tenda untuk mereka tinggal sementara di pengungsian.
Sebab, selain mulai memasuki musim hujan, kondisi air di pantai kawasan Lompio juga kerap pasang.
"Karena dengan posisi air yang naik itu semua dusun yang ada dibawah itu bisa terendam. Sehingga memungkinkan mereka tetap berada di pengungsian dalam waktu lama," kata Zulfikar.
Untuk aliran listrik di wilayahnya, Zulfikar juga belum bisa memastikan kapan akan kembali normal.
"Kalau saya dengar informasi listrik masih sulit untuk kembali normal. Saat ini kita pakai lilin saja untuk penerangan di malam hari," ujarnya.