TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Fokus peningkatan SDM yang diikuti dengan pengembangan kompetensi para calon tenaga kerja harus mendapatkan prioritas utama. Konsenterasi peningkatan pada kualitas SDM harus pula diikuti dan disesuaikan dengan potensi daerah.
Artinya, produk dari dunia pendidikan harus memiliki keterkaitan dengan dunia kerja serta keterkaitan dengan inovasi dan teknologi.
"Dalam konteks inilah revisi terhadap UU No 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi harus jadi panduan dalam memperbaiki kualitas SDM di Indonesia," kata Ketua DPR.
"Revisi tersebut jadi panduan meletakan hasil penelitian agar memiliki daya manfaat bagi perencanaan pembangunan secara luas, khususnya bagi penguatan kualitas SDM dan tenaga kerja Indonesia," ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo saat memberikan orasi ilmiah pada wisuda mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI) di Jakarta, Senin (22/10/2018).
Penciptaan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berfungsi menopang pembangunan menurutnya sangat dibutuhkan bangsa Indonesia. Perubahan struktural yang sangat cepat tanpa didukung SDM yang mumpuni hanya akan menghasilkan ketimpangan dan pengangguran yang makin luas.
"Daya ungkit pembangunan akan ditopang dari kualitas penduduk yang berpendidikan tinggi, memiliki wawasan luas, berketerampilan, memiliki kemahiran teknis, serta memiliki penguasaan terhadap teknologi handal," tegas Bamsoet.
Sejalan dengan hal itu, politisi Partai Golkar ini memandang perguruan tinggi memiliki peranan vital dalam memberikan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset guna melahirkan invensi serta inovasi dalam segala bidang.
Peranan tersebut secara langsung memiliki dampak dengan keberhasilan pembangunan.
"Faktor pendidikan memegang peranan krusial untuk meningkatkan kualitas pekerja Indonesia. Pekerja kita sendiri, masih didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah sebanyak 52,4 juta orang (43,46 persen) dan Sekolah Menengah Pertama sebanyak 21,5 juta (17,80 persen)," ujarnya.
"Pekerja dengan kualifikasi pendidikan tinggi hanya sebanyak 13,7 juta orang mencakup sebanyak 3,2 juta orang (2,65 persen) berpendidikan diploma dan sebanyak 10,5 juta orang (8,69 persen) berpendidikan perguruan tinggi," papar Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini melihat, dalam jangka pendek peran Kementerian Ketenagakerjaan dan BNP2TKI menjadi ujung tombak peningkatan kompetensi para pekerja Indonesia yang makin sulit mencari lapangan kerja.
Namun, dalam jangka menengah dan panjang perguruan tinggi memiliki tanggungjawab yang lebih besar dalam mencetak kualitas tenaga kerja yang mahir dan mumpuni.
"Perguruan tinggi harus berada di garda depan Indonesia memenangkan kompetisi global. Karena itu unsur penting yang dihasilkan dari lulusan perguruan tinggi adalah kapabilitas yang didalamnya berisi tentang kompetensi, kemahiran, integritas dan profesionalisme," kata dia.
"Tujuan-tujuan dari proses pembelajaran yang lebih terbuka dan fleksibel akan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan serta kapasitasnya," jelas Bamsoet.
Legislator Dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegera dan Kebumen ini memandang, investasi dalam bidang pendidikan bukanlah pekerjaan instan dan sesaat. Tetapi membutuhkan waktu, energi dan dana yang besar.
Alokasi anggaran pendidikan yang cukup besar mestinya dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Pertanggungjawaban tersebut dapat diukur sejauhmana dampak yang dihasilkan dari anggaran yang ada.
"Peningkatan anggaran untuk kegiatan riset mesti dijadikan prioritas utama. Selama ini alokasi anggaran untuk kegiatan riset di Indonesia baru mencapai 0,25 persen dari PDB dengan rincian dari swasta sebesar 0,04 persen dan alokasi negara 0,21 persen," urainya.
Baca: Ketua DPR: Pilihlah Capres yang telah Terbukti Berkinerja Dan Berprestasi kepada Bangsa dan Negara
"Anggaran riset tersebut masih jauh dibawah Malaysia yang sudah mencapai 1,25 persen dari PDB, China 2,0 persen, Singapura 2,20 persen, Jepang 3,60 persen, Korea Selatan, 4,0 persen, Jerman 2,90 persen, Swedia 3,20 persen dan Amerika Serikat 2,75 persen," terang Bamsoet.
Menutup orasi, Wakil Ketua Umum KADIN ini berharap agar pasca kelulusan para wisudawan dapat berkarya dalam bidang dan keahlian masing-masing dengan tetap menjaga spirit, etika, moral dan norma intelektual yang telah didapatkan selama masa perkuliahan.
Para sarjana baru juga diharapkan mampu menjaga integritas profesionalismenya sebagai bentuk pengabdian kepada nusa, bangsa dan agama.
"Teruslah berkarya, berani bermimpi besar, fokus pada usaha dan tujuan serta jangan pernah takut untuk gagal. Sudah banyak cerita orang-orang sukses yang berangkat dari kegagalan demi kegagalan. Mereka tak pernah mengeluh, tetapi selalu memiliki optimisme untuk bangkit dari kesalahan dan kegagalan," pungkas Bamsoet.