Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sejalan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan adanya evaluasi aturan yang tidak sinkron dan cenderung membuat urusan berbelit-belit.
Hal itu disampaikan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, saat menerima Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Sekretariat Kabinet, Fadlansyah Lubis di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Rabu (24/10/18).
Baca: Ingin Indonesia Kembali Jadi Macan Asia, Prabowo Bertekad Galakkan Minum Susu Hingga ke Desa
Karena itu menurut mantan ketua Komisi III DPR RI ini, perlunya reformasi regulasi menuju peraturan perundang-undangan yang efektif dan efisien.
Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih antar undang-undang, maupun antara peraturan pemerintah dan kementerian dengan undang-undang diatasnya.
"DPR RI sudah memulai reformasi regulasi. Badan Keahlian Dewan bekerjasama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melakukan legislasi review untuk menyisir berbagai undang-undang dan peraturan yang tidak senafas dengan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah juga perlu melakukannya," ujar Bamsoet.
Politisi Partai Golkar ini melihat, permasalahan regulasi di Indonesia terbagi dalam empat hal, yaitu obesitas peraturan, tumbang tindih, kuantitas tidak berbanding kualitas dan database tersebar sehingga sulit diakses.
Hal ini setidaknya terjadi karena banyaknya pintu saat pembahasan, ego sektoral lembaga, serta sulitnya koordinasi antar stake holder terkait.
"DPR RI sejalan dengan Presiden Joko Widodo yang menginginkan adanya evaluasi aturan yang tidak sinkron dan cenderung membuat urusan berbelit-belit. Tolak ukur kesuksesan di bidang hukum terletak pada keberhasilan pembenahan aspek regulasi, prosedur dan penataan regulasi," jelas Bamsoet.
Sejalan dengan Bamsoet, menurut Deputi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Sekretariat Kabinet, Fadlansyah Lubis, Sekretariat Kabinet akan mengadakan workshop dan simposium untuk mencari solusi penataan kelembagaan menuju pembentukan satu lembaga tunggal di bidang legislasi.
"Lembaga tunggal ini nantinya akan bertugas melaksanakan sejumlah kegiatan. Seperti perencanaan, perumusan, harmonisasi, sosialisasi dan reformasi peraturan perundang-undangan. Lembaga tunggal di bidang legislasi ini telah diterapkan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat Korea, Jepang dan Inggris," jelas Fadlansyah Lubis.
Di Amerika, misalnya sudah ada The Office Information and Regulatory Affairs (OIRA). Di Inggris ada The Office of Best Practice Regulation (OBPR).
Di Jepang ada Cabinet Legislation Bureau (CLB). Sedangkan, di Korea ada Ministry of Government Legislation (MoLeg).
"Indonesia kemungkinan akan mengikuti pola di Korea. Mereka yang paling mendekati karakteristik Indonesia. MoLeg merupakan bagian dari pemerintah pusat yang mengawasi proses legislasi. Pada kunjungan Presiden Jokowi ke Korea September 2018, Seskab Pramono Anung dan MoLeg sudah menandatangani MoU kerjasama," papar Fadlansyah Lubis.
Sebagai mitra kritis pemerintah dalam membuat undang-undang, mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menyambut baik langkah pemerintah yang sedang mempersiapkan penataan kelembagaan tersebut.
Baca: PN Jaksel Tolak Praperadilan Gubernur Aceh Nonaktif Irwandi Yusuf
Dengan demikian tidak ada lagi cerita terhambatnya pengesahan sebuah undang-undang akibat sulitnya koordinasi antara DPR RI dengan pemerintah yang diwakili banyak kementerian dan lembaga.
"Kelahiran sebuah undang-undang maupun peraturan pemerintah dan peraturan menteri dimaksudkan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan bangsa. Bukan justru menambah masalah baru akibat ketidaksesuaian dengan peraturan di atasnya. Karena yang terpenting bukan kuantitas, melainkan kualitas. Keberadaan lembaga tunggal tersebut akan menjadi salah satu solusi menuju harmoninya berbagai peraturan," pungkas Bamsoet.