News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Pembakaran Bendera di Garut Dikhawatirkan Jadi Konsumsi Politik Jelang Pemilu

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tiga orang yang membakar bendera di Kecamatan Limbangan meminta maaf atas insiden yang terjadi saat peringatan Hari Santri Nasional di Mapolres Garut, Selasa (23/10/2018).

"Penyidik pasti mencari motif-motifnya. Tapi itu kan substansi ya. Pasti akan dicari motifnya kenapa dia (pelaku) membakar, harus diungkap tapi dalam pro justicia," jelasnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan tidak boleh ada bendera lain selain Merah Putih dalam acara tersebut, namun di lapangan, masih berkibar bendera yang menjadi viral tersebut.

"Jadi panitia sudah meminta tidak ada bendera lain selain benderra Indonesia. Tetapi ada satu bendera yang beda, bendera itu saja," katanya.

Disinggung soal pidana yang akan dikenakan, jenderal bintang dua ini mengaku masih melihat perkembangan kasus tersebut. Ia menilai masih harus melihat tindakan pelaku masuk ke dalam unsur yang mana.

"Ya nanti kita lihat dulu nanti masuk unsur-unsur yang mana. Apakah masuk di pasal 156, 156a atau tidak. Kegaduhan atau keonaran kan bisa saja membuat (termasuk) pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946," pungkasnya.

Caranya Salah

Insiden pembakaran bendera di Garut, Jawa Barat disayangkan sema pihak termasuk oleh Sekrtaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.

Menurutmya, apabila hal itu dimaksudkan sebagai bentuk nasionalisme, seharusnya dilakukan secara santun dan tetap dalam bingkai akhlak yang luhut.

"Jika, yang mereka maksudkan adalah membakar bendera HTI, maka ekspresinya bisa dengan cara lain. Bagaimanapun yang dibakar itu bendera yang bertuliskan kalimat syahadat yang suci dan mulia. Kalau mereka melakukan pembakaran sebagai bentuk nasionalisme, aktualisasinya keliru" jelasnya dalam keterangan, Jakarta, Selasa (23/10).

Akan jauh lebih baik, oknum dari pihak organisasi yang melakukan pembakaran tersebut, cukup melakukan aksi simbolik menentang keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Dirinyapun meminta kepada pihak organisasi untuk meminta maaf kepada publik atas tindakan tersebut.

"Ini harus menjaadi pembinaan agar masalah serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang," jelas dia.

Peneliti Setara Institute, Ahmad Fanani mengatakan cara yang dilakukan oleh ormas yang mengadakan acara tersebut, tidak tepat. Jika benar sasarannya HTI, tidak perlu sampai pada pembakaran.

"HTI sejauh yang saya lihat sebelum dibubarkan hanya pada tataran kebebasan berekspresi. Tidak sampai pada mengajak masyarakat untuk bertindak kekerasan. Sehingga, pembakaran ini salah. Meskipun, maksudnya mungkin benar. Itu pun juga bendera itu benar bendera milik HTI," ucapnya.

Lebih dari dia berpendapat, isu ini akan menjadi masif, apabila ada pihak-pihak yang memanfaatkan kejadian ini ke ranah politik. Baik masyarakat dan pemerintah diminta untuk menyerahkan proses hukum kepada pihak yang berwenang.

"Jangan sampai isu ini menjadi konsumsi politik orang-orang yang berkepentingan di Pemilu 2019," tegasnya. (ryo/tribunnews)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini