TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak awal peluncuruannya, dari tahun ke tahun BPJS Kesehatan terus mengalami defisit yang mengakibatkan beban kepada keuangan negara.
Bahkan, pemerintah telah menggunakan dana cadangan dari APBN 2018 untuk menutup defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,9 triliun.
Anggaran tersebut belum cukup mengatasi masalah keuangan lembaga penyelanggara jaminan kesehatan nasional itu.
Baca: Tas Hitam Jokowi saat Datang ke Rumah Gus Dur Sempat Jadi Sorotan, Yenny Wahid Akhirnya Buka Suara
Terkait persoalan ini Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bidang kesehatan, Kamarul Zaman mengatakan ini terjadi akibat tidak teraturnya masyarakat membayar iuran untuk pelayanan kesehatan.
“wajar saja jika mengalami kerugian, sebab biaya berobat yang di tanggung oleh BPJS begitu besar untuk biaya berobat dan masih ada masyarakat yang enggan atau kerap tidak membayar iuran untuk dana kesehatan tersebut. BPJS harus cermat dan efektif jemput bola,” ujarnya dalam keterangan pers, Sabtu (27/10/2018).
Baca: Pemerintah Gandeng IDI Kaji Opsi Penyelesaian Defisit BPJS Kesehatan
Baca: Ini Alasan Direktur PT Persib Bandung Undur Diri dari Jabatan Komisaris PT Liga Indonesia Baru
Selain itu menurut Kamarul Zaman, biaya iuran yang kecil juga mempengaruhi dari defisitnya keuangan BPJS dan meminta Presiden Jokowi untuk tidak ragu menaikkan uang iuran Jaminan Kesehatan.
“BPJS ini merupakan salah satu wujud negara dalam memberikan pelayanan dan jaminan kesehatan kepada rakyat, maka dari itu sebaiknya Presiden Jokowi jangan takut untuk menanikkan tarif iuran BPJS selama iuran tersebut masih rasional, lambat laun saya yakin BPJS akan menjadi lembaga kesehatan terbaik di Asia Tenggara,” ujarnya.