TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono hari ini memaparkan hasil investigasi terbaru dan masih bersifat sementara terkait jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP.
Dalam laporannya, Soerjanto menyebutkan badan pesawat Lion Air diduga tidak pecah di udara, tapi pecah dan hancur ketika menabrak permukaan air laut di perairan Karawang, jawa Barat
"Dari serpihan, ini dalam bentuk kecil dan di sekitar area tidak terlalu luas. Ini menandakan pesawat menyentuh permukan air dengan kecepatan tinggi, energi yang dilepas sangat luar biasa," Soerjanto saat memberikan penjelas ke keluarga korban di Ibis Hotel Cawang, Jakarta Timur, Senin (5/11/2018).
Soerjanto memaparkan, serpihan itu tersebar di permukaan air laut seluas sekira 250 meter x 250 meter.
"Menandakam titik impact-nya ada di situ. Kalau pecah di udara, serpihannya akan lebih melebar," jelas.
Baca: Saat Krisis, Saya Tidak Pernah Dihubungi Pihak Lion. Jangankan Empati, Menelepon pun Tidak
Selain itu, dugaan itu didukung oleh laporan saksi yang menyebutkan ada sebuah benda yang masuk ke air laut.
"Laporan dari yang kita wawancara yaitu tug boat yang berjarak 1 nautical mile atau 1,8 kilometer, mereka melihat ada sesuatu yang masuk ke dalam air. Setelah itu kapal tongkang itu melepas tug boat dan melihat ada serpihan yang sekarang kita temukan pada radius tidak lebih dari 500 meter," jelas dia.
Soerjanto menyatakan pesawat jatuh dalam kondisi hidup ketika bersentuhan dengan air. Hal ini berdasarkan mesin pesawat yang berhasil diangkat dari dasar laut.
"Dari mesin ini, kita bisa ambil kondisi saat menhantam air, kondisi mesin dalam keadaan hidup. Ditandai dengan hilangnya struktur turbin dan kompresor, jadi hidup dengan putaran cukup tinggi," ungkapnya.
"Berarti dari mesin ini tidak ada masalah, tapi gatau (sisi pesawat) kiri atau kanan belum teridentifikasi tapi dari temuan kedua mesin dalam kondisi hidup dengan kondisi RPM cukup tinggi," sambungnya.
Saat ini, KNKT tengah melakukan proses pengunduah data FDR atau Flight Data Recorder dari black box pesawat.
Namun, pihaknya belumnya menemukan CVR atau Cockpit Voice Recorder yang berisi rekaman suara dari kokpit ke menara pengawas, suara antara kapten dan kopilot, suara di kokpit, dan suara komunikasi antara kokpit dengan kabin.
"Dalam jangka 1 bulan nanti KNKT akan menerbitkan laporan awal berupa data fakta selama investigasi. Saat ini tim sedang mempelajari seluruh data," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, burung besi bernomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang ini jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) lalu.
Pesawat itu membawa 189 orang, termasuk penumpang dan kru pesawat. Penumpang terdiri dari 178 orang dewasa, satu anak-anak, dan dua bayi. Sementara kru pesawat terdiri dari dua kokpit kru dan enam orang awak kabin.