TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Sosial RI, Idrus Marham, membantah telah menerima sejumlah uang dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Hal itu disampaikan Idrus Marham ketika hendak menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/11/2018).
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu tiba sekira pukul 13.13 WIB. Dia menyempatkan diri berbincang dengan beberapa awak media.
"Saya ndak ngerti, saya nggak tau, tanya Pak Kotjo dong," ucap Idrus Marham.
"Nggak ada, sudah diklarifikasi semua, masa urusan di sini mesti ke sana," imbuhnya.
Diketahui, mantan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, diduga meminta uang USD 2,5 juta dolar kepada Johannes Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Permintaan itu diduga untuk keperluan Idrus menjadi ketua umum Partai Golkar.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/11/2018) lalu.
Idrus bersaksi untuk terdakwa Johannes Kotjo.
Dalam persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Idrus Marham dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Eni Maulani Saragih merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Dalam percakapan tersebut, Eni dan Idrus membicarakan permintaan uang kepada Kotjo.
Kotjo merupakan pengusaha yang akan mengerjakan proyek PLTU Riau-1.
Dalam persidangan, Idrus mengakui bahwa pada saat Ketua Umum Golkar Setya Novanto pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, sejumlah elit partai mendorong agar Idrus bersiap mengambil alih kepemimpinan Golkar.
Namun, keputusan itu menunggu putusan praperadilan yang diajukan Novanto.
"Sebagian besar kader Golkar ingin saya jadi ketua umum. Banyak yang bilang, Abang lah yang maju, yang banyak berjuang untuk partai itu Abang," kata Idrus.
Namun, menurut Idrus, saat itu Eni Maulani Saragih menawarkan agar biaya untuk pencalonannya sebagai ketua umum diberikan oleh Kotjo.
Menurut Idrus, saat itu uang yang ditawarkan untuk biaya musyawarah nasional awalnya Rp 500 miliar, lalu turun menjadi Rp 200 miliar.
Kepada majelis hakim, Idrus mengaku sudah menolak tawaran Eni tersebut. Pada akhirnya, rencana menjadi ketua umum gagal karena hakim mengabulkan praperadilan Setya Novanto.
"Eni bilang, secerdas-cerdasnya orang, tetap butuh operasional. Tapi saya enggak ingin tersandera siapapun kalau jadi ketua umum. Eni inisiatif, memang dia sebut namanya Pak Kotjo," kata Idrus.
Baca: Klarifikasi Atau Minta Maaf Harus Dilakukan Prabowo Guna Turunkan Tensi Politik
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.
Diduga, pemberian uang itu atas sepengetahuan Idrus Marham.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Eni Maulani Saragih membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU-1.