News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Susah Senang Perkawinan WNI di Luar Negeri

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perkawinan adalah hak dan kebutuhan dasar bagi setiap warga negera Indonesia. Tidak terkecuali mereka yang berada di luar negeri

Perkawinan adalah hak dan kebutuhan dasar bagi setiap warga negera Indonesia. Tidak terkecuali mereka yang berada di luar negeri.

Namun sayangnya, tidak mudah bagi WNI di luar negeri untuk mencatatkan perkawinannya, sehingga banyak yang tidak mencatatkan perkawinannya secara resmi. Padahal, perkawinan yang tidak tercatat memiliki dampak negatif, baik yang dirasakan oleh pasangan maupun anak-anaknya.

Apalagi para WNI yang bekerja melalui jalur illegal, maka persoalan yang akan dihadapi akan semakin kompleks.

Melihat banyaknya implikasi dari tidak dicatatnya perkawinan, maka Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan melakukan penelitian tentang persoalan pencatatan perkawinan bagi WNI yang ada di luar negeri, yang dilaksanakan pada 2017 lalu.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, bagaimana proses pencatatan perkawinan di luar negeri, faktor pendukung dan penghambat, implikasi yang dialami pasangan dan keluarga yang tidak mencatatkan perkawinan, serta perban-dingan di berbagai Negara yang menjadi lokus penelitian.

Penelitian ini dilakukan di lima kota dari empat negara, yaitu Johor Baru dan Kuala Lumpur (Malaysia), Hongkong, Jeddah (Saudi Arabia), dan Den Haag (Belanda). Pemilihan kota dan negara ini karena merupakan negara yang paling banyak WNI-nya.

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini melalui proses observasi, wawancara, dan kajian pustaka. Dari hasil penelitian, ditemukan beberapa hal.

KBRI dan KJRI Malaysia tidak melakukan pencatatan perkawinan WNI. Pelayanan yang dilakukan oleh KBRI Kuala Lumpur sebatas melakukan pengesahan buku nikah, memberikan surat keterangan meni-kah, dan surat pendaftaran pernikahan.

Salah satu akibat dari tidak dicatatkannya perkawinan, maka banyak TKI yang melakukan pernikahan secara sirri atau menikah di bawah tangan, tanpa ada pencatatan oleh lembaga negara.

Ada beberapa faktor yang menghambat proses pencatatan ini, diantaranya karena adanya peraturan dari pemerintah Malaysia yang melarang pekerja asing untuk menikah di Malaysia yang tertuang dalam Akta Imigressen Malaysia 1959/1963 seksyen 8 (3) butir 1.

Kesadaran hukum TKI yang umumnya masih rendah juga menjadi penghambat, dan juga karena banyaknya persyaratan administrasi yang kebanyakan tidak dapat dipenuhi para TKI.

Apalagi, sekarang yang masih menjadi prioritas utama pemerintah adalah pemenuhan kebutuhan dasar TKI untuk dapat hidup/bekerja, sementara pencatatan perkawinan belum menjadi prioritas.

Padahal, banyak dampak yang timbul dari tidak dicatatnya perkawinan WNI di luar negeri, terutama terkait anak.

Beberapa TKI hamil di luar nikah dan meninggalkan anaknya di rumah sakit, lalu dalam menjalankan kehidupannya mengalami kecemasan terkena razia polisi syariah atau pejabat agama Negara Malaysia, anak-anak yang dilahirkan tidak mempunyai identitas kewarganegaraan/stateless, anak-anak tidak dapat bersekolah di sekolah yang disediakan pemerintah, dan tidak dapat membuat paspor dan dokumen penting lainnya.

Kemudian, WNI di Hongkong, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buruh Migran Indonesia (BMI). Berbeda dengan di Malaysia, BMI bisa mencatatkan perkawinannya di kantor catatan sipil pemerintah Hongkong (Marriege Registry). Setelah mendaftar, mereka bisa mencatatkan perkawinannya di KJRI yang akan mengeluarkan kutipan pencatatan perkawinan.

Meski ada system pencatatan perkawinan, namun sebagian BMI ditemukan masih tidak mencatatkan perkawinan mereka dan melakukan perkawinan secara agama saja.

Beberapa hal yang mendukung pencatatat perkawinan antara lain adalah banyaknya kemudahan dari Pemerintah Hongkong terkait proses pencatatan perkawinan, baik untuk warga negara Hongkong sendiri maupun warga asing.

Layanan pencatatan ini bahkan sudah tersedia melalui online, sehingga makin memudahkan proses mengurus perkawinan. Terlebih lagi, pengurusan perkawinan ini tidak dikenakan biaya. Didukung dengan banyaknya organisasi dan asosiasi yang didirikan BMI yang membantu dan memberikan advokasi serta pemberdayaan bagi para BMI.

Meski sudah banyak pendorongnya, sosialisasi pentingnya pencatatan perkawinan bagi para BMI ini kenyataannya masih minim.

Padahal, jika tidak mencatatkan perkawinan dampaknya akan terasa pada anak, terutama terkait kasus ayah yang tidak bertanggung jawab, akhirnya anak menjadi korban dan dititipkan pada Yayasan yang bergerak di bidang anak terlantar. Dan ketika ingin menjalani proses perceraian secara resmi akan jadi lebih sulit.

Berbeda halnya dengan di Jeddah yang pencatatan perkawinannya sudah menjadi bagian dari pelayanan kekonsuleran Perwakilan RI di Jeddah. Jeddah juga memiliki Mahkamah Syariah Kerajaan Arab Saudi yang melayani pencatatan perkawinan bagi pekerja asing yang beragama Islam.

Bukti pencatatan dari Mahkamah Syariah bisa untuk memperloleh legalitas sehingga secara hukum setara dengan buku nikah yang berlaku untuk WNI.

Namun tetap saja, jumlah WNI yang tidak mencatatkan perkawinannya lebih besar dibanding yang mencatat. Rendahnya kesadaran hukum untuk memperoleh dokumen resmi perkawinan dan tidak adanya ijin dari majikan jadi penghambat dalam pencatatan perkawinan WNI di Jeddah.

Penyebab lainnya adalah karena tidak terpenuhinya persyaratan administrasi pasangan calon, khususnya terkait surat identitas status perkawinan sebelumnya. Misalnya berstatus janda atau duda, tapi tidak memiliki surat cerai resmi.

Faktor lain yang menghambat proses pencatatan perkawinan ini adalah adanya oknum yang memfasilitasi perkawinan dan berperan sebagai pengulu, saksi, dan wali, serta persyaratan administrasi yang tidak bisa dipenuhi WNI (seperti yang tidak memiliki dokumen resmi atau yang dokumennya tidak lengkap).

Hal serupa juga terjadi di Den Haag, Belanda.  Tidak semua WNI mencatatkan perkawinan-nya di KBRI atau Gemeente, umumnya disebabkan karena tidak memiliki persyaratan administrasi yang sah atas status perkawinan sebelumnya.

Meski tidak menca-tatkan perkawinannnya secara resmi, umumnya mereka tidak merasakan langsung dampak negatif.

Hal ini karena Pemerintah Belanda memiliki kebijakan yang banyak menguntungkan bagi warga yang tinggal di negaranya, misalnya terkait adanya jaminan sosial bagi yang tidak bekerja dan subsidi bagi anak yang masih di bawah 18 tahun, serta subsidi biaya pendidikan sampai umur 25 tahun.

Hukum di Belanda juga mengakui status pasangan yang hidup bersama (pathner) meski tidak menikah, sehingga mereka mendapatkan hak-hak dan per-lindungan dari pemerintah seba-gaimana pasangan yang menikah resmi.

Berdasarkan penemuan-penemuan ini, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan merekomendasikan beberapa hal pada Kementerian Agama, diantaranya Kementerian Agama perlu melakukan sosialisasi pen-tingnya pencatatan perkawinan kepada calon TKI, sosialisasi dapat dimasukkan dalam program pembekalan PJTKI bagi calon TKI yang akan berangkat ke negara tujuan.

Dibutuhkan pula bantuan dari Kementerian Luar Negeri untuk melakukan pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis tentang pencatatan perkawinan, bagi para konsuler yang ditugaskan di luar negeri, baik aspek pengadministrasian maupun tentang fiqh munakahat.

Pada negara-negara yang me-miliki banyak WNI Muslim, perlu ditempatkan seorang Teknis Urusan Agama Islam dalam rangka pembinaan kehidupan keagamaan, pen-catatan perkawinan dan bim-bingan ketahanan keluarga.

Kementerian Agama diharap-kan mengirimkan buku nikah kepada KBRI/KJRI untuk pencatatan perkawinan sesuai kebutuhan, diharapkan untuk mengoptimalkan penggunaan Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) ber-basis online bagi pernikahan WNI di luar negeri.

Terakhir, Pmerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, diharapkan dapat melakukan pendekatan kepada Pemerintah Malaysia melalui Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) untuk peninjauan kembali ke-bijakan tentang larangan me-nikah bagi TKI di Malaysia. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini