Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center, Sofian Effendi menilai salah satu faktor penyebab kepala daerah korupsi yaitu mahalnya biaya kampanye yang dikeluarkan bagi calon tersebut.
Sofian menjelaskan, berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, sekira 434 kepala daerah terjerat kasus korupsi dari total 512 kepala daerah.
Baca: Bupati Mundur Alasan Fokus Keluarga, Tjahjo Kumolo : Baru Pertama Kali
"Biaya untuk jadi pejabat itu mahal, biaya mahar, biaya kampanye, biaya saksi. Bupati Klaten mengeluarkan Rp 56 miliar untuk jadi bupati, kalau mengeluarkan Rp 56 miliar, harus lebih dari 100 tahun baru costnya kembali," ujar Sofian Effendi di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Menurutnya, untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan tersebut, kepala daerah melakukan korupsi karena jika hanya mengandalkan gaji tidak mungkin tertutupi.
"Gaji sendiri enggak mungkin bupati Rp 8- Rp 9 juta, dia pasti harus menyolong atau perintahkan anak buahnya untuk mencari uang itu," tuturnya.
Baca: Nikita Mirzani Klarifikasi Soal Tudingan Lepas Hijab, Billy Syahputra: Lah Lo Kok Aneh
Biaya yang mahal juga berlaku untuk menjadi anggota DPR yang diperkirakan mencapai Rp 5 miliar ke atas dan berbeda dengan pejabat lainnya.
"Menjadi anggota DPD lebih mahal lagi," ucapnya.
Baca: Jokowi Minta Kepala Daerah Waspadai Gejolak Ekonomi Global
Sementara itu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini menuturkan, diperlukan aturan untuk pembatasan belanja kampanye bagi kepala daerah maupun anggota dewan.
"Dalam pembatasan belanja tersebut perlu ada lembaga yang mengawasinya, misalnya Bawaslu ditugaskan mengawasi dana kampanye itu, daripada terlalu sibuk mengawasi semua proses pemilu," papar Titi di tempat yang sama.