Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menggali keterangan dari Mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia (BI), Budi Mulya di Lapas Sukamiskin, Bandung, Rabu (14/11/2018).
Pemeriksaan Budi Mulya sebagai saksi dalam rangka penyelidikan kasus Bank Century.
"Ya sudah dilakukan permintaan keterangan di Lapas Sukamiskin kemarin," ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (15/11/2018).
Baca: Fahri Hamzah: SBY Jangkar Penting Bagi Prabowo Subianto
Untuk diketahui, Budi Mulya merupakan terpidana tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Selain itu, KPK pada Kamis juga telah meminta keterangan dari mantan Gubernur Indonesia dan Wakil Presiden RI 2009-2014, Boediono dan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi Agus Sarwono dalam penyelidikan kasus korupsi Bank Century itu.
Baca: Institut Otonomi Daerah Usulkan Pembentukan Dewan Kawasan Ibu Kota Negara
Sebelumnya, pada Selasa (13/11/2018), KPK juga telah meminta keterangan dari mantan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Swaray Goeltom dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso.
Terkait permintaan keterangan orang-orang itu, Febri belum bisa memberikan informasi lebih rinci karena masih pada tahap penyelidikan.
"Kalau apa yg didalami tentu saya tidak bisa jawab ya karena proses ini masih penyelidikan tetapi memang sampai hari ini ada sekitar 23 orang yang kami mintakan keterangan dalam proses penyelidikan. Jadi karena proses penyelidikan tentu saya tidak bisa menjelaskan lebih jauh materi dari penyelidikannya apa," ujarnya.
Baca: Respons Tudingan Megawati, Sandiaga Akan Kirim Draft Visi-Misi Prabowo-Sandi ke Kubu Jokowi-Maruf
Namun, kata Febri, KPK menduga bahwa dalam kasus Bank Century tersebut tidak dilakukan oleh satu orang saja.
Berdasarkan putusan yang sudah berkekuatan hukum dengan terdakwa Budi Mulya saat itu terdapat beberapa orang yang diduga juga harus bertanggung jawab.
"Maka tentu KPK perlu mencari siapa pihak lain yang harus bertanggung jawab karena kami duga tidak mungkin perbuatan-perbuatan dalam kasus Bank Century itu hanya dilakukan oleh satu orang saja," tutur Febri.
Sebelumnya, KPK tetap akan meneruskan penanganan kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Hal tersebut berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik, dan tim yang ditunjuk pasca putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Effendy Mochtar yang memerintahkan KPK tetap melanjutkan kasus Bank Century.
Sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan kembali KPK karena amar putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel menyatakan memerintahkan termohon (KPK) untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa BI Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Sebelumnya pengadilan tingkat pertama memutuskan Budi Mulya dipenjara selama 10 tahun ditambah denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan, kemudian putusan banding di Pengadilan Tinggi meningkatkan vonis menjadi 12 tahun ditambah denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Dalam putusan Budi Mulya disebutkan bahwa Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) masuk dalam unsur penyertaan bersama-sama melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 55 KUHP.
Pasal 55 KUHP artinya orang-orang yang disebut bersama-sama terhadap yang bersangkutan secara hukum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, tapi mantan Deputi Bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah Bank Indonesia, Siti Chodijah Fadjriah yang dinilai dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sudah meninggal dunia pada 16 Juni 2015.
Majelis hakim agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua dan anggota M. Askin dan MS. Lumme menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik yang dilakukan dengan cara melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU No. 23 tatahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004.
Konsekuensi yuridisnya, perbuatan Budi merupakan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan tersebut juga menyebabkan kerugian negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013 sejumlah Rp 8,012 triliun.
Jumlah kerugian keuangan negara tersebut yang sangat besar di tengah banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi sehingga perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan.