TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Status dari bos atau pemilik perusahaan batubara PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan belum dipastikan KPK.
Status itu, jelas Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, terkait apakah Samin Tan sudah jadi tersangka atau belum dalam kasus dugaan pemberian uang kepada Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Farksi Golkar terkait proyek PLTU Riau-1.
"Jelas saksi tapi belum tahu akan tersangka atau belum. Ya dicekal kan kalau saksi bisa dicekal. Apakah sudah naik jadi tersangka saya belum tahu, tapi yang jelas saksi," ujar Laode di Gedung C1 KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (26/11/2018).
Sedangkan saat disoal tentang pemberian uang sejumlah Rp 1 miliar dari Samintan kepada Eni, Laode menerangkan, makanya penyidik KPK mencegah Samintan agar tidak bepergian ke luar negeri.
"Ya makanya dicekal, tapi saya belum tahu statusnya," katanya.
Sedangkan saat ditanya apakah pemberian uang dari Samin Tan itu terkait proyek batubara di Kalimantan, Laode mengaku lupa karena telalu banyak kasus.
Adanya dugaan pemberian dana sejumlah Rp 1 miliar itu terungkap dalam sidang perkara suap PLTU Riau-1 yang membelit terdakwa Johanes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Limited.
Baca: Relawan Suara Emak Peduli Indonesia Deklarasi Dukungan Untuk Jokowi-Maruf Amin
Dalam sidang tersebut, saksi Tahta Maharaya, staf Eni Maulani Saragih menyampaikan, bahwa Samin Tan sempat memberikan Rp 1 miliar untuk Eni.
Uang sebesar Rp 1 miliar diberikan oleh seorang Staf Samin Tan kepada Tahta dalam sebuah tas dengan kode 'buah'.
Uang tersebut diduga suap untuk memuluskan sebuah proyek.
Eni mengaku ada penerimaan selain Rp 4,7 miliar dari Kotjo.
"Ya memang saya ada penerimaan yang lain, sudah saya sampaikan ke penyidik, nanti kita lihat di surat dakwaan saja," kata Eni usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di KPK, Jumat (9/11/2018).
Eni yang sudah mengajukan diri untuk menjadi justice collaborator (JC) mengaku akan membeberkan keterlibatan pihak lain, termasuk soal uang Rp 1 miliar dari Samin Tan.
"Nanti aja, ntar habis dong. Insya Allah akan dibeberkan," ujar Eni.
KPK telah mencegah Samin Tan bepergian ke luar negeri selama enam bulan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap terkait pengurusan proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Selain itu, KPK juga sempat memeriksa Samin Tan sebagai saksi pada 13 September 2018.
Penyidik KPK mendalami hubungan atau kerja sama antara Samin Tan dengan tersangka Idrus Marham.
Kasus suap terkait pengurasan proyek PLTU Riau-1 terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Johannes Budisutrisno Kotjo tertangkap tangan menyuap Eni Maulani Saragih sejumlah Rp 500 juta untuk memuluskan proses penandatanganan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 2x300 Megawatt (MW).
Uang sejumlah Rp 500 juta itu merupakan pemberian keempat dari Johannes kepada Eni.
Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 perse dari nilai proyek untuk Eni dan kawan-kawannya.
Total uang yang telah diberikan setidak-tidaknya mencapai Rp 4,7 miliar.
Adapun pemberian pertama yang dilakukan Johannes kepada Eni yaitu pada Desember 2017 sejumlah Rp 2 miliar, Maret 2018 Rp 2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.
KPK kemudian menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka setelah mengembangkan kasus ini karena diduga menerima hadiah atau janji sejumlah US$ 1,5 juta terkait dari proyek PLTU Riau-1 tersebut.