News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus First Travel

Sudah Setor Rp 72 Juta, Sugi Terus Berjuang Agar Berangkat Umrah Meski Bos First Travel Dipenjara

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jamaah First Travel saat menuju gedung MA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan orang memakai pakaian serba putih, berkumpul di depan Kantor Mahkamah Agung, Jumat (30/11/2018) siang.

Membentangkan spanduk meminta agar First Travel bertanggung jawab, massa yang didominasi dari kaum perempuan itu, tidak segan berteriak agar cepat diberangkatkan menuju Tanah Suci untuk menjalankan ibadah umrah, sebagaimana yang telah dijanjikan perusahaan perjalanan milik Andika Surachman tersebut.

"Kami hanya ingin berangkat, ya Allah. Kami ingin menunaikan ibadah sebagai seorang muslim," seorang ibu dari kerumunan berucap keras sembari menengadahkan tangannya.

Seorang ibu lainnya berteriak lantang dan meminta agar First Travel memberangkatkan ia bersama keluarga dan korban kasus First Travel lainnya, meski si pemilik sudah mendekam di penjara untuk 20 tahun masa hukuman.

"Tidak mau tahu lah. Saya maunya berangkat," ucapnya.

Seorang pria asal Bekasi, Sugi menceritakan, sudah habis Rp 72 juta untuk memberangkatkan empat orang anggota keluarganya ke Tanah Suci melalui First Travel.

Namun, tidak juga ada satu omongan yang dapat dipercaya dari pihak manapun mengenai keberangkatan mereka.

"Saya hanya mau berjuang demi hak saya dan keluarga," tegasnya.

Seorang pria lainnya, Sofyan mengaku menahan rasa malu ketika banyak tetangga menanyakan hal yang sama.

Baca: Wali Kota Subulussalam Merah Sakti Menangis dan Minta Maaf di Rapat Paripurna DPRK

"Kapan berangkat, Pak?", "Kok belum berangkat, Pak?" atau membandingkan dengan travel lain.

"Jujur saya malu. Saya diam tidak mau bilang kalau saya korban First Travel. Saya masih memiliki harapan untuk berangkat," ucapnya.

Perwakilan Jamaah First Travel diterima perwakilan MA. (Yanuar Nurcholis Majid/Tribunnews.com)

Pengacara korban penipuan First Travel, Rizky menjelaskan bahwa kedatangannya bersama para korban ke Mahkamah Agung, tidak lain untuk meminta agar Mahkamah dapat mempertegas frasa "aset disita negara" dalam putusan kasasinya nanti.

Pasalnya, frasa tersebut diartikan oleh korban, tidak akan kembali kepada mereka.

"Kalau 'disita negara', artinya korban ini tetap tidak berangkat. Maunya kami, aset milik First Travel dikembalikan kepada korban dan atau dikelola kembali oleh First Travel cabang Surabaya sebagai bentuk pertanggungjawaban. Bukan disita negara, kecuali kalau negara mau membiayai para korban berangkat," tegas Rizky.

"Permintaan mereka sederhana kok. Kembalikan uangnya atau memberangkatkan, tanpa perlu ada dana tambahan lagi. Sudah itu saja," lanjut dia.

Humas Mahkamah Agung, Abdullah yang sempat ditemui korban dan pengacara, menjelaskan bahwa beberapa aset dalam putusan yang disita oleh negara berupa pakaian dan kunci apartemen, serta aksesoris lainnya.

Baca: Mengenal Ratu Munawaroh, Ibu Tiri Zumi Zola yang Setia Mendampingi Hingga Zulkifli Nurdin Berpulang

"Beberapa yang disita itu, kunci apartemen, kemeja, celana panjang, ikat pinggang, ponsel milik terpidana. Itu beberapa saja yang saya lihat sekilas. Belum tahu kalau yang lain," imbuhnya.

Ia menjelaskan, terdapat dua putusan dari kasus First Travel yang diterima.

Satu mengenai kasus pidana yang diajukan untuk tahap kasasi, satu lagi mengenai kasus perdata dengan putusan "sepakat berdamai".

Abdullah enggan berbicara banyak mengenai kasus pidana yang sedang dalam proses pengajuan permohonan ke MA.

Namun, dirinya juga meminta agar para korban dan kuasa hukum untuk berjuang atas putusan pengadilan perdata.

"Ini kan sudah ada putusan sepakat untuk berdamai dari dua belah pihak di PKPU, ini juga harus diperjuangkan. Kalau untuk pidananya, saya juga belum tahu karena belum ada berkas permohonannya," kata dia.

Dana Jemaah Diduga Mengalir ke Pilkada
Pengacara korban penipuan First Travel, Rizky menduga dana eamaah yang sudah terkumpul di perusahaan tersebut dipakai untuk pencalonan di Pilkada.

Baca: Dua Pengunjung Cafe di Tanrutedong Sidrap Tewas Usai Menenggak Miras dan Pil Koplo

Beberapa alasan menjadi penguat dirinya menyatakan hal itu.

Pertama, kata dia, pada pertengahan 2017, pemilik tiga perusahaan perjalanan haji dan umrah bertemu di suatu rumah makan.

Di sana, Andika sebagai pemilik First Travel mengatakan, tiga perusahaan itu akan dimatikan.

"Andika sendiri yang ngomong bahwa ada tangan besar yang akan mematikan tiga perusahaan besar ini," ungkapnya.

Kedua, sama sekali tidak ada data pasti korban penipuan First Travel.

Komputer milik perusahaan itu sudah disita oleh pihak kepolisian dan sama sekali tidak diberikan data yang dimaksud kepada kuasa hukum.

"Di putusan pidana pengadilan menyebut 63 ribu sekian. Di kasus perdata disebut 58 ribu. Ini saja sudah tidak nyambung. Kami meminta berulang kali, tidak pernah diberikan," tuturnya.

Ketiga, hasil investigasi tim pengacara menyebut ada partai yang meminta dana kepada First Travel saat proses Pilkada berlangsung.

Hal itu, menurutnya, nyata dan terungkap jelas.

"Saya tidak perlu sebut partainya. Saya tahu siapa namanya. Biarkan dia sendiri yang menjelaskan. Dulu, dia sempat berkoar untuk menyelamatkan korban, sekarang, entah dimana janji itu," ujarnya dengan nada suara meninggi.

Kuasa Hukum Andika, Roni Setiawan enggan menjawab hal tersebut.

Ia mengaku tidak mengetahui adanya aliran dana ke orang-orang partai politik.

Hanya saja, ia tidak menutup kemungkinan atas hal tersebut.

"Saya tidak tahu ya. Itu kan menurut kuasa hukum korban. Tapi, saya juga tidak membantah. Bisa saja, itu terjadi," kata dia. (amriyono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini