Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati nonaktif Bener Meriah, Ahmadi angkat suara atas vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan yang diterimanya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Menurut Ahmadi, peradilan di kasusnya tidak adil karena tidak memperhatikan fakta-fakta yang meringankan terhadap dirinya. Alhasil dia masih pikir-pikir atas vonis tersebut apakah mengajukan banding atau tidak.
"Tentu kenapa kami pikir-pikir ya, karena peradilan di KPK itu seperti menggunakan kacamata kuda. Artinya tidak ada satu pun fakya meringankan yang dipakai oleh hakim dan jaksa," ujarnya, Selasa (4/12/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Jadi mudah-mudahan, kejadian yang saya alami ini tidak terjadi pada banyak orang. Saya melihat fakta meringankan tidak diperhatikan," ucapnya lagi.
Ahmadi berharap peradilan kasus korupsi yang ditangani KPK bisa lebih baik lagi. Dia juga mengungkapkan kekecewaannya atas tradisi Meugang yang dianggap sebagai korupsi oleh KPK.
Meugang merupakan tradisi memasak daging dan menikmati bersama keluarga, kerabat hingga yatim piatu oleh masyarakat Aceh. Tradisi ini diwariskan secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu dan menjelang Lebaran.
Baca: Nano Ceramic Coating, Pilihan untuk Bikin Mobil Awet Kinclong Menawan
"Uang Rp 550 juta yang saya berikan itu untuk kepentingan Meugang. Meugang itu budaya sakral,
Kalau Meugang dianggap korupsi ini bencana besar bagi Aceh. Aceh dari sejak jaman dulu biasa Meugang diberi antara pejabar ke rakyat, pemimpin dengan tokoh adat. Lalu untuk yang Rp 500 juta lagi saya tidak tahu," ujar Ahmadi.
"Kalau saya bupati, rekomen para pengusaha untuk dapat pekerjaan ya wajarlah. Kepala daerah bukan hanya melaksanakan anggaran yang diberikan pemerintah pusat tapi juga mengkonsolidasikan pembangunan di daerah itu sendiri," imbuhnya.
Baca: United Tractors Siap Rakit CKD Chassis Bus Premium Scania K360IB 4X2 di Indonesia
Dalam tuntutannya majelis hakim meyakini Ahmadi bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ahmadi dinilai terbukti menyuap Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf sebanyak Rp 1,050 miliar. Dimana sebanyak Rp 500 juta diduga mengalir untuk kegiatan Aceh Marathon.
Uang diberikan ke Irwandi agar proyek pembangunan di Bener Meriah yang sumber dananya dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dapat dikerjakan rekanan dari wilayah Bener Meriah.
Vonis yang diterima Ahmadi ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut dirinya selama 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan.