Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kiprah putri presiden RI keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid dikancah internasional mulai diperhitungkan.
Dalam setahun terakhir setidaknya ia sudah diundang dalam event-event internasional lebih dari 10 kali.
Selain menjadi moderator, Yenny Wahid juga kerap diundang sebagai pembicara.
Terbaru, perempuan yang menghibahkan hidupnya untuk memperjuangkan toleransi itu, mendapat kesempatan hadir dalam acara konferensi tahunan di Forum for Promoting Peace in Muslim Societies ke-5.
Konferensi yang digagas Alliance of Virtues itu, berlangsung 5-7 Desember 2018, di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). Forum tersebut merupakan forum internasional yang memiliki misi mengkampanyekan perdamaian ke seluruh masyarakat Muslim dunia.
Sebelumnya, Yenny juga tercatat dua kali berturut turut dipercaya sebagai perwakilan resmi Indonesia dari luar negeri. Salah satunya di Forum PBB di Paris, Prancis, pada 11-13 November 2018.
Pada kesempatan itu, Yenny Wahid mendapat kehormatan menjadi satu dari 12 anggota Komite Pengarah Forum Perdamaian Paris (Paris Peace Forum).
Perempuan yang bergelut di Wahid Foundation itu dinilai mampu mempromosikan perdamaian hingga ke akar rumput.
Ia juga dinilai sukses melakukan pemberdayaan terhadap perempuan yang termarjinalkan.
”Alhamdulillah pelan-pelan kami mulai mendapat pengakuan dari lembaga-lembaga dunia. Misalnya belum lama ini kami baru bekerja sama dengan UN Women,” kata Yenny, dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Minggu (9/12/2018).
Sebelumnya, pada Maret 2018 lalu, dirinya juga didaulat menjadi pembicara di pertemuan tingkat tinggi yang diselenggarakan UN Women bekerjasama dengan UNOCT, United Nations Office of Counter Terrorism (Badan PBB).
Di hadapan sejumlah perwakilan dari berbagai belahan dunia, Yenny memaparkan gagasan mengenai program Kampung Damai.
Dia juga diminta untuk memberikan pendapatnya atas rencana UN untuk membuat sebuah Rencana Aksi Penanggulangan Terorisme yang melibatkan lebih banyak peran perempuan dan anak muda di dunia.
Kemudian Yenny juga menghadiri Forum Comission on the Status of Women (CSW) di PBB. Forum tersebut merupakan forum tahunan yang menghadirkan delegasi dari berbagai negara di dunia.
Undangan dan penunjukan dirinya, seringkali berisifat pribadi. Meski begitu, ia tak menampik jika hal itu terkait dengan kedekatan dan aktivitasnya bersama Nahdlatul Ulama, organisasi Islam dengan keanggotaan mencapai 80 juta jiwa.
Apalagi, hampir seluruh waktu dan pikirannya ia curahkan untuk Wahid Foundation.
”Saat ini fokus saya membangun jaringan internasional untuk kampanye perdamaian. Alhamdulillah kami mulai mendapat pengakuan dari lembaga-lembaga dunia. Misalnya belum lama ini kami baru bekerjasama dengan UN Women-lembaga PBB yang menangani masalah perempuan untuk menjalankan program Perempuan Untuk Perdamaian”, ungkap Yenny dalam keteranganya.
Di Dubai Yenny bicara dalam salah satu sesi tentang Women Deliver Peace, atau peranan perempuan dalam memperjuangkan perdamaian.
Baca: Baca Puisi di Tengah Konser, Yenny Wahid:Selamat Ulang Tahun KLa Project, Semoga Tetap Menginspirasi
”Saya paparkan tentang program kami bernama Desa Damai, Program Desa Damai bertujuan untuk memberikan tingkat harapan hidup lebih besar dan lebih tinggi,” tutur Yenny.
Menurut Yenny, dalam forum itu ia menjelaskan bagaimana mempromosikan perdamaian di dunia terutama oleh Umat Muslim.
Bagaimana membangun aliansi diantara berbagai peradaban, kebudayaan dan agama agar tercipta perdamaian dunia.
”Para ulama disini sepakat bahwa tidak ada gunanya bertikai soal agama. Terutama dari sudut pandang teologi. Justru kita harus mencari titik temu antar agama,” ujar Yenny.
Seperti diketahui, sebelum ke Dubai, Yenny bersama PBB memulai program perempuan untuk perdamaian dengan fokus perempuan di desa.
Pada tahun 2017 lalu Yenny juga menjadi perwakilan Indonesia dalam pembentukan dewan toleransi dan perdamaian global di Pulau Malta. Dalam pembentukan dewan tersebut Yenny bersama perwakilan tujuh negara lainnya antara lain AS, Mesir, UEA.