TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan pada terdakwa perkara dugaan suap proyek PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisni Kotjo.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga mewajibkan Kotjo untuk membayar denda Rp 150 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan kurungan selama 3 bulan.
"Mengadili menyatakan terdakwa Johanes Budisutrisno Kotjo terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim, Lukas Prakoso, Kamis (13/12/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim turut mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa menambah panjang daftar anggota DPR RI yang terlibat tindak pidana.
Hal yang meringankan terdakwa sopan selama persidangan, berterus terang, belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga.
"Terdakwa juga menyatakan bersalah, sangat menyesali perbuatan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," tambah Hakim Lukas Prakoso.
Baca: Sepanjang 2018, Permohonan Perlindungan Kasus Kekerasan Seksual dan Terorisme Meningkat
Diketahui vonis yang diterima Kotjo ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntutnya selama 4 tahun penjara serta denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas vonis yang diterimanya, Kotjo langsung menyatakan menerima. Sedangkan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
"Seperti yang sudah saya sampaikan di pledoi. Saya tidak bakal banding, saya menerima yang mulia," imbuhnya.
Dalam vonis, majelis hakim meyakini kotjo terbukti menyuap Rp 4,7 miliar pada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial, Idrus Marham untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1 telah terpenuhi.
Kotjo terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.