TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nama Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy bukan pertama kalinya disebut dalam kasus dugaan korupsi.
Hamidy yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (19/12/2018) itu pernah disebut terlibat dalam kasus korupsi auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
1. Upayakan Kemenpora dapat WDP Pada Januari 2018, Hamidy dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.
Dalam persidangan, jaksa KPK memutar beberapa rekaman percakapan melalui telepon. Jaksa juga mengonfirmasi keterangan Hamidy dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Baca: PDIP Gelar Safari Politik ke Banten untuk Penguatan Suara Jokowi-Maruf di Pilpres
Menurut jaksa Ali Fikri, dalam BAP, Hamidy mengakui bahwa pendekatan dengan auditor BPK itu agar Kemenpora mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK.
Dalam BAP, Hamidy mengatakan, Menteri Pemuda dan Olahraga berharap agar hasil audit tidak lagi mendapat opini disclaimer dari BPK.
2. Penyerahan 80.000 dollar AS Dalam persidangan terungkap bahwa Hamidy berkoordinasi dengan setidaknya tiga auditor BPK.
Selain dengan Ali Sadli, ia juga berkomunikasi dengan Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI.
Hamidy mengakui bahwa ada temuan BPK mengenai lebih bayar honor atlet senilai ratusan juta di KONI.
Hamidy juga akhirnya mengakui pernah memberikan uang 80.000 dollar Amerika Serikat kepada Ali Sadli. Hamidy akhirnya mengakui bahwa uang tersebut untuk keperluan auditor BPK, Abdul Latief, dalam pencalonan sebagai anggota BPK RI.
Namun, karena Abdul Latief tidak lolos dalam proses seleksi di DPR RI, Ali Sadli mengembalikan uang tersebut kepada Hamidy.
3. Karaoke bareng auditor BPK Hamidy mengaku pernah diundang oleh Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Rochmadi Saptogiri, untuk menghadiri pesta ulang tahun.
Acara yang digelar malam hari itu dilaksanakan di sebuah tempat karaoke dan spa di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Di tempat tersebut, menurut Hamidy, ada belasan orang, termasuk Rochmadi Saptogiri yang sedang berkaraoke.
Jaksa sempat menduga di tempat spa tersebut dibahas soal audit keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Namun, menurut Hamidy, saat itu tidak ada pembahasan soal hasil audit.
4. OTT di Kemenpora Pada Selasa (18/12/2018), Hamidy berhasil ditangkap oleh petugas KPK. Dia dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyuapan.
Suap diberikan kepada Deputi IV Kemenpora Mulyana dan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo. Kemudian, staf Kemenpora Eko Triyanto.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Mulyana diduga menerima uang dalam kartu ATM dengan saldo sekitar Rp 100 juta.
Diduga, sebelumnya Mulyana telah menerima pemberian lainnya yaitu, April 2018 menerima satu unit Toyota Fortuner, Juni 2018 menerima sebesar Rp 300 juta dari Jhonny E Awuy.
Pada September 2018, Mulyana diduga telah menerima satu unit ponsel pintar Samsung Galaxy Note 9. Sementara itu, Adhi, Eko dan kawan-kawan diduga menerima sekitar Rp 318 juta.
KPK menduga suap yang diberikan terkait penyaluran dana hibah dari Kemenpora ke KONI sebesar Rp 17,9 miliar. KPK menduga sebelum proposal diajukan, telah ada kesepakatan untuk mengalokasikan fee sekitar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sekitar Rp 3,4 miliar. (Abba Gabrillin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sepak Terjang Sekjen KONI, Disebut dalam Korupsi Auditor BPK hingga Berujung OTT",