Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 1999-2000 Mohammad AS Hikam menyebut platform politik yang dipilih oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah revolusioner. Bukan seperti partai pendahulu lainnya yang punya platform kuno.
Hal itu ia katakan menanggapi keberanian PSI menolak Perda Syariah dan menginginkan semua pegawai negeri atau Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak berpoligami.
"PSI itu dahsyat, berani sekali terutama menolak Perda Syariah dan menginginkan semua pegawai negeri tidak ada yang poligami. Bagi saya itu revolusioner," kata AS Hikam di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan, Kamis (20/12/2018).
Walau belum tentu menang, partai pimpinan Grace Natalie ini cukup berani mengeluarkan platform politik yang anti-mainstream, namun bukan ecek-ecek.
Malah anehnya, lanjut Hikam, partai-partai yang tak satu suara dengan PSI ikut mengkritik platform partai Grace Natalie itu. Hal itu terjadi lantaran partai pendahulunya punya keterbatasan kemampuan sehingga tak lagi bisa kreatif seperti PSI.
"Wong bukan punya dia kok di kritik, kan aneh. Itu karena ada keterbatasan kemampuan, dia udah stuck, tidak bisa kreatif lagi," imbuhnya.
Hikam yang juga seorang pengamat politik itu menyebut partai pendahulu tak berani melakukan survey kepada kader-kader wanitanya soal mau tidak dirinya di poligami.
Jika mereka melakukan survey itu, maka bisa dipastikan jawaban dari para kader yang menentang semangat PSI untuk menjauhkan ASN dari poligami, kalah suaranya.
Sebab, Hikam melihat penolakan soal poligami itu disuarakan oleh mereka para elite di kasta pimpinan teratas, bukan cerminan dari suara kader wanitanya.
"Tapi partai itu kan nggak berani melakukan survey ke kader-kadernya yang wanita," kata AS Hikam.
"Saya bukan kader PSI, tapi bagi saya, ini adalah terobosan baru setelah kita mengalami pembekuan demokrasi. Parpol asik dengan dirinya sendiri sehingga dia tidak mengalami kreatifitas," imbuhnya lagi.