TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto, menanggapi kritik yang dilayangkan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga terkait pembangunan tol Trans Jawa.
Menurut Hasto, kritik yang dilayangkan oleh kubu seberang merupakan jawaban yang seragam ketika pemerintah mencatatkan keberhasilan.
"Ya itu kan juga bagian dari jawaban seragam, yang bagaimana seluruh keberhasilan itu dikritik sebagai sebuah kewajiban pemerintah," ujar Hasto di Posko Cemara, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).
Baca: Resmikan Tol Trans Jawa, Jokowi Tampil dalam Balutan Jaket Seharga Ratusan Ribu Rupiah Saja
Menurut Hasto, pembangunan memang tanggung jawab dari pemerintah. Sehingga masyarakat bisa merasakan manfaat dari pembangunan yang dilakukan pemerintah.
Dirinya mengklaim bahwa saat ini masyarakat sudah sangat merasakan manfaat dari Tol Trans Jawa.
"Ya itu tanggung jawab pemerintah itu untuk membuat Indonesia lebih berdaulat, lebih berdikari, lebih berkebudayaan. Ya rakyat yang penting yang merasakan. Rakyat yang merasakan hal tersebut," tegas Hasto.
"Sampai kami kemarin safari politik ke Banten kami mau cari bus aja susah. Karena apa saya dengar mereka yang mau kita sewa ini penuh, banyak yang mau mencoba mudik dan juga liburan akhir tahun dengan menikmati sarana pembangunan yang dijalankan dengan pak Jokowi," tambah Hasto.
Seperti diketahui, Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara, menyebut klaim keberhasilan pembangunan infrastruktur jalan tol era pemerintahan Joko Widodo, yang dianggap melampaui capaian pemerintahan sebelumnya, perlu diluruskan.
Suhendra menegaskan klaim keberhasilan membangun jalan Tol Trans Jawa yang kerap disampaikan menteri Kabinet Kerja tidak tepat.
Menurutnya jalan tol trans di Indonesia merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan tol nasional, sehingga pembangunan itu tidak bisa dilihat terpisah satu dengan lainnya.
"Membangun jalan tol tersebut ada periodesasi waktunya atau masa pelaksanaan konstruksi yang terkadang tidak berbanding lurus dengan periode pemerintahan atau masa jabatan seorang presiden. Melihatnya harus utuh, tak bisa terpisah," ujar Suhendra dalam keterangan tertulis, Jumat (21/12/2018).