News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sarasehan Lintas Agama Hasilkan Risalah Jakarta, Ini Isinya?

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sarasehan lintas agama, lintas budaya, dan lintas profesi yang digelar di Discovery Hotel Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (29/12/2018) menghasilkan Risalah Jakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan tokoh agama, tokoh budaya, dan tokoh lintas profesi berkumpul di Discovery Hotel, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (29/12/2018) menggelar sarasehan lintas iman dengan mengangkat tema “Konservatisme Beragama di Tahun Politik, Beragama di Era Disrupsi, serta Relasi Agama dan Negara di Era Milenial”.

Sarasehan lintas iman yang menamakan diri Forum Dialog Refleksi dan Proyeksi Kehidupan Beragama di Indonesia 2018 itu kemudian menghasilkan rumusan yang diberi nama “Risalah Jakarta” yang terdiri dari lima butir isu strategis berkaitan dengan kehidupan beragama dan berbudaya yang akan disampaikan kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Dalam pembukaan Risalah Jakarta yang dibacakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, disebutkan bahwa penyelenggaraan sarasehan tersebut untuk menanggapi fenomena beragama di Indonesia yang semakin eksklusif, serta memasuki ruang ekstremisme yang merasuki berbagai kehidupan masyarakat Indonesia.

“Yang pertama konservatisme tak masalah sejauh digunakan untuk merawat ajaran dan tradisi keagamaan, tapi menjadi ancaman jika digunakan untuk eksklusivisme, ekstremisme, dan sebagai alat politik, sehingga menjauhkan agama sebagai panduan moral spiritual, dan menjauhkan agama sebagai sumber kreasi dan inspirasi kebudayaan,” ucap Mahfud MD.

Poin kedua dalam Risalah Jakarta itu adalah konservatisme yang mengarah pada eksklusivisme dan ekstrimisme tak selalu dipicu masalah keagamaan, tapi bisa dipicu ketidakadilan dalam hal ekonomi dan politik, formalisme hukum, politisasi agama, dan cara berkebudayaan.

Yang ketiga adalah hadirnya era disrupsi yang membuat dislokasi intelektual dan kultural sehingga menyebabkan eksklusi serta penguatan identitas kelompok.

Baca: Rentetan Kepala Daerah yang Dicokok KPK Sepanjang 2018

“Teknologi informasi dan komunikasi menjadi media disruptif karena menghadirkan kebudayaan serba instan,” lanjut Mahfud MD.

Keempat, eksklusivisme dan eksktremisme menjadi alasan memperjuangkan ideologi agama sebagai ideologi negara yang terlihat dalam formalisasi agama untuk mengatur pelayanan publik dan kewargaan sehingga menciptakan kegamangan atas hukum positif seperti isu terkait keluarga dan agama.

“Relasi kuasa politis yang terjadi di Indonesia itu dibungkus dalam paradigma mayoritas minoritas yang menjadi alasan pengaruhi kebijakan negara,” tegas Mahfud.

Untuk menghadapi hal tersebut forum ini juga merumuskan lima langkah untuk mengatasi eksklusivisme dan ekstremisme beragama di Indonesia.

“Yang pertama negara perlu memimpin gerakan penguatan keberagaman yang moderat sehingga agama menjadi panduan spiritual dan moral, bukan hanya ritual dan formal,” ujarnya.

“Kedua pemerintah perlu menghapus atau membatasi regulasi yang mampu menumbuhkan eksklusivisme dan ekstremisme seperti revisi UU No 5 Tahun 1969 tentang Pemberlakuan PNPS No 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama sesuai putusan MK,” imbuhnya.

Strategi ketiga yang dirumuskan adalah mengembangkan strategi komunikasi yang mampu menyampaikan pesan dari tokoh agama, tokoh budayawa, dan tokoh intelektual agar bisa dipahami lebih mudah oleh generasi muda tanpa menghilangkan isinya.

Strategi keempat adalah pemerintah melalui Kementerian Agama perlu memfasilitasi pertemuan antar kelompok untuk memperkuat nilai inklusif dan toleransi terutama di kalangan generasi muda.

“Dan stratgei kelima adalah tokoh agama lebih aktif memandu umat menjalankan keyakinan dan kehidupan beragama yang lebih terbuka sehingga bisa juga menjadi sumber kreasi dan inspirasi kehidupan,” pungkasnya.

Risalah Jakarta itu akan disampaikan kepada Menteri Agama Lukman Syaifuddin.

Beberapa tokoh yang turut merumuskan Risalah Jakarta ini antara lain Alissa Wahid, Romo Beni Susetyo, Romo Franz Magnis Suseno, I Ketut Widnya, Inaya Wahid, Komarudin Hidayat, Mastuki, Arie Kriting, Sundjaja, Savic Ali, Sujiwo Tedjo, Ulil Abshar Abdala, Usman Hamid, Uung Sendana, Yudi Latif, dan lain-lain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini