Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2018 bisa jadi adalah tahun yang sangat berwarna bagi sosok politisi berusia 49 tahun yang kini maju di Pilpres 2019, Sandiaga Salahudin Uno.
Belum genap setahun menjabat wakil gubernur Jakarta hasil Pilkada 2017, Sandiaga memutuskan mundur dari jabatan tersebut dan bertarung di Pilpres 2019 bersama calon presiden pasangannya, Prabowo Subianto.
Keduanya resmi mendaftar ke KPU pada 10 Agustus 2018 menantang petahana Joko Widodo yang kini menggandeng Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia), Ma’ruf Amin.
Selama masa kampanye di tahun 2018 yang dimulai sejak 23 September 2018, Tribunnews.com mencatat sejumlah istilah aneh dan ‘nyeleneh’ yang dipopulerkan Sandiaga saat berkampanye di berbagai tempat di Indonesia.
Gaya politik Sandiaga yang sering menyampaikan istilah-istilah ‘nyeleneh’ sudah dilakukannya sejak maju sebagai calon wakil gubernur Jakarta 2017 bersama Anies Baswedan.
Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria, partai yang dulu menaungi Sandiaga berpolitik, mengakui kehadiran Sandiaga untuk meningkatkan elektabilitas Prabowo melalui kesuksesannya berhasil menjadi pemimpin Jakarta.
“Kami optimistis Sandiaga mampu mendongkrak suara (Prabowo),” ungkap Ahmad Riza Patria pada 10 Oktober 2018 lalu.
Sandiaga diketahui sukses mempopulerkan istilah “tempe setipis kartu ATM”, “tempe sachet”, tempe berukuran iPad” hingga “tempe berukuran HP jadul”.
Suami dari Nur Asia itu juga mempopulerkan istilah “the power of emak-emak” serta menghentak dengan pernyataan harga nasi ayam di Jakarta lebih mahal dari nasi ayam di Singapura.
Bahkan ia pernah mengutarakan dengan uang Rp 100 ribu kini hanya bisa bawa pulang cabai dan bawang hingga perseteruannya dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Susi Pudjiastuti.
Istilah-istilah itu menjadi populer karena dekat dengan keseharian masyarakat.
Berikut rangkuman Tribunnews.com mengenai istilah-istilah ‘nyeleneh’ yang pernah diungkapkan Sandiaga Uno pada tahun 2018 selama masa kampanye Pilpres.
1.Yang pertama adalah berbagai istilah aneh tentang tempe yang dikeluarkan Sandiaga saat mengunjungi sejumlah pasar tradisional di Indonesia.
Yang paling fenomenal tentu istilah 'tempe setipis kartu ATM'. Menurut Sandiaga Uno, tempe-tempe di Indonesia sekarang semakin kecil ukurannya karena kondisi perekonomian Indonesia yang makin terpuruk.
Apalagi saat itu rupiah menembus angka Rp 15 ribu per Dolar Amerika Serikat.
“Tempe sekarang sudah dikecilkan dan bentuknya sudah tipis seperti kartu ATM,” ungkap Sandiaga di kediaman Prabowo di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan tanggal 7 September 2018.
Sandiaga kemudian menelurkan istilah tempe sachet saat menemukan tempe yang dibungkus dalam plastik kecil di sebuah pasar tradisional di Semarang, Jawa Tengah pada 24 September 2018.
“Karena perekonomian lesu maka masyarakat harus berinovasi, maka tempe sachet ini adalah salah satu bentuk inovasi,” ujar Sandiaga JUno saat itu.
Tak hanya menemukan tempe dalam ukuran kecil, Sandiaga juga menemukan tempe dalam ukuran besar atau disebutnya “berukuran Ipad (gawai yang merupakan produk Apple)” di pasar tradisional di Jember, Jawa Timur pada Oktober 2018 lalu.
Sandiaga juga kembali melontarkan pernyataan ‘nyeleneh’ adanya tempe yang tebalnya seperti handphone atau hp produksi lawas atau jadul (jaman dahulu) di Semarang pada 24 Oktober 2018.
Istilah Sandiaga tentang tempe, bahan kuliner yang disukai masyarakat Indonesia itu diyakini membuat Presiden Joko Widodo sebagai saingan Prabowo dan Sandiaga ikut turun ke pasar-pasar tradisional.
2.Istilah aneh dan menjadi debat di kalangan masyarakat dari Sandiaga Uno berikutnya adalah pernyataan “nasi ayam di Jakarta lebih mahal dari nasi ayam di Singapura”.
Hal itu diungkapkan Sandiaga usai bertemu dan berdialog dengan sejumlah anak muda di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada 8 Oktober 2018. “Kalau di Singapura kita makan ‘chicken rice’ dengan harga 3,5 Dolar Singapura atau sekitar Rp 35 ribu sedangkan di Jakarta bisa sampai Rp 50 ribu,” jelas Sandiaga saat itu.
Beberapa hari kemudian Sandiaga mengatakan bahwa pernyataannya itu untuk membandingkan nasi ayam dengan kualitas yang sama.
“Bila makan dengan kualitas sama antara Singapura dan Indonesia lebih mahal di sini,” kata Sandiaga 13 Oktober 2018 yang mengaku pernah tinggal di Singapura selama lima tahun.
Pernyataan itu kemudian membuat gerah Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin dengan menyebut pernyataan Sandiaga soal nasi ayam itu membingungkan masyarakat.
Baca: KPK Kecam Keras Proyek Air Minum Korban Tsunami Palu Jadi Bancakan Korupsi Pejabat PUPR
3.Kontroversi Sandiaga berikutnya adalah menyeret adu argumen antara dirinya dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait perizinan bagi nelayan.
Sandiaga saat berkampanye di Indramayu, Jawa Barat pada 10 Oktober 2018 mengatakan akan mempermudah izin penangkapan ikan bagi nelayan.
Pernyataan tersebut tentu membuat geram Susi yang mengaku tak pernah mempersulit izin bagi nelayan.
“Saya marah karena sudah pernah bilang jangan bawa ekonomi kelautan ke ranah politik, untuk perizinan kapal kapasitas di atas 100 GT ada di pemerintah pusat, 10-30 GT di pemerintah daerah, dan untuk kapal di bawah 10 GT bebas izin, kurang apalagi,” ungkap Susi.
Sandiaga sendiri membalas jawaban Susi itu dengan mengatakan bahwa dirinya hanya berniat semakin mempermudah izin bagi nelaya.
Baca: Sandiaga Uno Resmikan Posko Pemenangan di Kampung Jokowi
“Saya heran kenapa tidak boleh punya pikiran semakin permudah izin bagi nelayan, kok malah marah-marah,” keluh Sandiaga.
4.Pernyataan Sandiaga berikutnya yang memperoleh perhatian masyarakat adalah saat dirinya memperoleh keluhan dari masyarakat yang hanya bisa membeli cabai dan bawang dengan uang Rp 100 ribu.
“Saya kemarin mendapat keluhan dari masyarakat bernama Lia bahwa dia bertengkar dengan suami karena hanya bisa beli bawang dan cabai dengan uang Rp 100 ribu,” ungkap Sandiaga di Pekanbaru 5 September 2018.
Baca: Reklame Coblos Kabah Romahurmuzy Disegel karena Tak Berizin, PPP Mengaku Tak Tahu-Menahu
Kata-kata Sandiaga itu kemudian memicu tokoh politik lain membuktikan pernyataan Sandiaga itu dengan turun langsung ke pasar tradisional. Salah satunya adalah caleg dari PDI Perjuangan, Kirana Larasati.
5. Sandiaga lalu menegaskan bahwa istilah “the power of emak-emak” memang berasal dari kubunya untuk memperjuangkan perempuan atau ibu-ibu Indonesia hidup lebih layak.
Karena menurutnya kaum ibu menjadi elemen masyarakat yang paling terkena dampak dari lesunya ekonomi Indonesia.
Sandiaga mengakui justru mendapat respon positif dari masyarakat usai menelurkan konsep “the power of emak-emak”. “Kami yang pertama mengangkat isu ini ke masyarakat dan mendapat vibrasi yang luar biasa dari masyarakat, nyetrum, kita datang ke mana pasti ada emak-emak militan yang datang,” ungkap Sandiaga.
Istilah emak-emak itu mendapat kritikan dari Kowani (Kongres Wanita Indonesia) karena menurut mereka istilah “ibu bangsa” lebih tepat bagi ibu-ibu Indonesia.