Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam mobil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampak terparkir di komplek Wisma Sanita, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Senin (31/12/2018) pada pukul 16.00 WIB.
Sejumlah awak media masih menunggu penyidik yang berada di dalam kantor Satuan Kerja Tanggap Darurat, Kementerian PUPR.
Baca: Masa Tanggap Darurat Kabupaten Lampung Selatan Diperpanjang Satu Pekan
Sejumlah petugas kepolisian berseragam juga tampak berada di sekitar lokasi.
Hingga pukul 17.48 WIB, belum terlihat penyidik KPK keluar dari kantor tersebut.
Juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan penggeledahan tersebut terkait dengan kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji oleh pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyedian Air Minum tahun anggaran 2017-2018.
Baca: Polda Metro Jaya Gelar Apel Gabungan Pengamanan Malam Tahun Baru 2019
Selain itu, di saat yang sama, KPK juga melakukan penggeledahan di kantor PT Wijaya Kusuma Emindo di Pulogadung, Jakarta Timur.
"Gedung Kasatker PSPAM Strategis di Bendungan Hilir dan Kantor PT WKE (Wijaya Kusuma Emindo) di Pulogadung. Penggeledahan masih berjalan," kata Febri saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Senin (31/12/2018).
Berdasarkan berita sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 8 orang tersangka terkait dengan dugaan penerimaan hadiah dan janji oleh pajabat Kementarian Pekarjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) dalam palaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tahun Anggaran 2017-2018.
Baca: Galang Dana Perjuangan Prabowo-Sandi Capai Rp 3,5 Miliar
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi menerima hadiah atau janji oleh Pejabat di KemenPUPR terkait proyek-proyek Pembangunan SPAM di KemenPUPR Tahun Anggaran 2017-2018," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2018) dini hari.
Diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Direktur Utama PT WKE (Wijaya Kusuma Emindo) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP (Tashida Sejahtera Perkasa) Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo, sebagai tersangka.
Kemudian diduga sebagai pihak penerima, ada Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Waro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Saut menjelaskan, Anggiat, Meina, Nazar, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Dua proyek Iainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"Anggiat menerima Rp 350 juta dan USD 5000 untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur," jelas Saut.
Kemudian, Meina menerima Rp 1,42 miliar dan SSD 22.100 untuk pembangunan SPAM Katulampa.
Nazar menerima Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"Terakhir Donny menerima Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1," ungkap Saut.
Saut menerangkan, lelang diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp 50 miliar, PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp 50 miliar.
Pada tahun anggaran 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp 429 miliar. Proyek terbesar adalah Pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai proyek Rp 210 miliar.
"PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk Kepala Satuan Kerja, den 3 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen," ujar Saut.
"Praktiknya, dua perusahaan ini diminta memberikan sejumlah uang pada proses lelang, sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek," imbuhnya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Anggiat, Meina, Nazar, dan Donny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.