TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Idrus Marham menegaskan akan menghormati sidang kasus suap proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Pada Selasa (15/1/2019) siang, Idrus mendengarkan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Terhadap surat dakwaan dari JPU pada KPK itu, dia mengaku tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
"Dengan ucapan Bismillah, kami tidak mengajukan eksepsi. Mengikuti persidangan. Kami berdoa supaya Tuhan melindungi persidangan ini agar berjalan adil," kata Idrus, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Dia menilai, surat dakwaan pada prinsipnya menjelaskan mengenai dugaan keterlibatannya dalam kasus suap tersebut. Menurut dia, dugaan keterlibatan itu harus dibuktikan.
"Jadi persoalan bukan di sini, tetapi persoalan di mana pembuktiaan persidangan berdasarkan fakta persidangan. Dan tentu visi kami agar seluruh proses ini betul menjadi fakta persidangan menentukan putusan itu saja," kata dia.
Untuk itu, dia menegaskan, akan bersikap kooperatif selama persidangan. Upaya itu dilakukan agar menegakkan hukum berkeadilan di Indonesia.
Dia membantah menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Baca: Fahri Hamzah Anggap Pidato Prabowo Gagal
"Jadi, saya tidak pernah ragu. Iya, saya harus mengikuti proses hukum. Lalu nanti terima uang atau tidak Eni dan Kotjo sudah bilang tidak pernah saya terima uang," tegasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Politisi Partai Golkar itu bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
"Telah melakukan atau turut serta melakukan sesuatu, beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan terlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertaha yang seluruhnya berjumlah Rp 2,25 Miliar dari Johanes Budisutrisno Kotjo," kata JPU pada KPK, Selasa (15/1/2019).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.