News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPAI: Hukuman Push-Up kepada Anak Bentuk Kekerasan Fisik

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Retno Listyarti

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, merasa prihatin atas dugaan terjadinya kekerasan di sekolah yang menimpa GNS.

GNS (10), seorang pelajar di salah satu sekolah swasta di Kabupaten Bogor, diduga menerima hukuman push up 100 kali. Hukuman itu diberikan pihak sekolah, karena orang tua GNS belum melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).

Retno menilai apa yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap para siswa yang orangtuanya belum melunasi uang SPP adalah bentuk kekerasan terhadap anak.

Baca: Persib Bandung Resmi Perpanjang Bojan Malisic Selama Setahun

Apalagi, kata dia, jika push up dilakukan berpuluh kali, tanpa mempertimbangkan kondisi anak, maka itu berpotensi menyakiti dan membahayakan. Sehingga dapat dikategorikan kekerasan fisik.

"Itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan fisik dan psikis, berpotensi kuat melanggar pasal 76C UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak," kata Retno, Senin (28/1/2019).

Selain itu dampak dari hukuman, menurut dia, membuat anak tertekan karena merasa direndahkan dan dipermalukan di lingkungan sekolah, banyak teman atau guru yang tahu kalau orangtua belum bisa melunasi uang SPP.

"Hal ini merupakan bentuk kekerasn psikis. Jadi sepatutntya, jika ada anak belum bayar SPP, maka sekolah tidak berhak melakukan semua itu, anak harus tetap mendapatkan hak atas pendidikan, seperti mengikuti pembelajaran, ujian, dan lain-lain," ujarnya.

Baca: Dapat Tawaran Ngehost di P3H Gantikan Billy, Iis Dahlia: Supaya Gak Panas-panas Banget Suasananya

Apabila orangtua belum melunasi SPP, dia menegaskan, maka itu bukan kesalahan anak, melainkan kewajiban orangtuanya. Sehingga, dia melanjutkan, pihak sekolah harus memanggil, menegur dan mensurati orangtua.

Jika, ada perjanjian antara orangtua siswa dengan pihak sekolah saat mendaftar sekolah di tempat tersebut, dia menambahkan, maka perjanjian itu juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada.

"Sekolah bisa berkomunikasi langsung dengan para ortu siswa, bukan siswanya yang ditekan dan diperlakukan seperti itu," tambahnya.

Sebelumnya, GNS (10), pelajar di salah satu sekolah swasta di Kabupaten Bogor, mendapatkan hukuman push-up sebanyak 100 kali. Hukuman itu diberikan, karena orangtua yang bersangkutan tidak mampu membiayai uang SPP.

GNS mengatakan, peristiwa itu dialami pada pekan lalu, di salah satu sekolah kawasan Bojonggede, Kabupaten, Bogor.
Setelah menghadap ke kepala sekolah, GNS diminta push-up 100 kali.

Menurut dia, hukuman push-up bukan kali ini diterimanya. Dia sudah dua kali dihukum seperti itu. Selain itu, kata dia, siswa lain pun ada yang dihukum sama dengannya.

Karena hukuman tersebut, GNS trauma berat hingga tidak mau lagi datang ke sekolah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini