News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kepala Bappenas: Gaji Naik, Korupsi Tetap Ada

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara pada acara Boston University Asian Alumni Festival 2018 di Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Sabtu (3/11/2018). Acara ini membahas Investing in Indonesia Perspectives from regulators and business, Developing Creative Economy dan Creating Social Impact through Social Enterprises. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro menilai akar korupsi di suatu negara adalah sistem yang mempersulit masyarakat untuk memperoleh haknya.

"Meski gaji dan tunjangan sudah ditambah, tapi tetap ada korupsi atau suap dilakukan penegak hukum. Kami melihat akar persoalan tidak terbatas kesejahteraan yang awalnya kami perkirakan sebagai faktor utama, tapi akar permasalahan adalah sistem yang ada membuat orang kesusahan mendapat haknya," kata Bambang dalam peluncuran Corruption Perceptions Index 2018 di Gedung Penunjang KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2019)

Pada acara itu, Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan Corruption Perception Index (CPI) alias Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2018 naik tipis yaitu naik satu poin dari 37 pada 2017 menjadi 38 pada 2018.

Rendahnya angka IPK Indonesia tersebut termasuk disebabkan oleh rendahnya angka "World Justice Project" mengukur ketaatan satu negara dalam penegakan hukum dan penyalahgunaan kewenangan publik pada eksekutif, yudisial, polisi/militer dan legislatif karena hanya mencapai skor 20.

Baca: Sore Ini KPU Akan Umumkan Nama-nama Caleg Eks Koruptor ke Publik

IPK Indonesia 2018 mengacu pada sembilan survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan wilayah. Skor 0 (nol) berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

"Dari pandangan saya dari sisi perencanaan, sistem kita membuat segala sesuatu rumit meski gaji tinggi tapi punya peluang atau otoritas membuat sesuatu rumit. Sifat manusiawi untuk mendapat lebih akhirnya mencari celah sistem," ujar Bambang.

Karena itu dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi yang ditandatangani pada 20 Juli 2018, Bambang mengatakan, pemerintah berupaya mengurangi interaksi.

"Kita mengurangi betul interaksi, negosiasi antara yang butuh dan minta pelayanan. Online Single Submission bukan hanya soal waktu tapi untuk mencegah pengusaha semangat menyuap karena ketakutan terhadap sistem," ucapnya.

Baca: Doddy Sudrajat Anggap Kekasih Vanessa Angel Masih Anak-anak, Bibi Ardiansyah: Jagalah Aib Anak

Stranas tersebut, menurut dia, melihat akar permasalahan, yaitu mempersempit ruang seseorang untuk menggunakan kekuasaannya untuk korupsi.

"Masalahnya adalah sistem yang tidak memberikan kesempatan orang 'mengexercise power'. Kalau dulu korupsi identik dengan gaji kecil di PNS, sekarang karena memanfaatkan 'loop hole', jadi jangan sampai menggunakan keuangan secara berlebihan tapi harus sesuai aturannya dan tidak bisa lebih dari yang tertulis," terang Bambang.

Dalam Pasal 3 Perpres tersebut disebutkan fokus Stranas pencegahan korupsi meliputi perizinan dan tata niaga, keuangan negara serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi sehingga dalam pelaksanaannya, dibentuk tim nasional (timnas) pencegahan korupsi (Pasal 4).

"Kalau saya bicara dengan pelaku usaha, kenapa sih masih ada swsta yang tertangkap KPK maka mereka akan mengatakan 'Pak, saya ingin bisnis maju tapi setiap ekspansi bisnis pasti butuh izin, yang jadi masalah izin tidak keluar kalau tidak ada suap tadi', jadi swasta akan mikir dua kali kalau tidak menyuap maka bisnis tidak berkembang, jadi ekonomi perusahaan tidak membaik, tidak sesuai harapan pemegang saham," jelas Bambang.

Menurut Bambang, birokrat pemerintah juga berpikir bahwa Indonesia sangat butuh investasi dari luar maupun dari dalam negeri sehingga kemudahan investasi prioritas utama jadi mereka akan kembali mengatakan kewenangan di tangan mereka dan ingin mendapat bagian dari investasi itu.

"Jadi Stranas bukan bicara soal penindakan tapi sulitnya pencegahan, terutama penyuapan yang berulang-ulang dan tidak hanya dalam jumlah kecil, kalau swastanya mengatakan tidak mau menyuap tapi bisnis malah tidak berkembang," ujarnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini