TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria menilai calon presiden Prabowo Subianto merupakan sosok yang negarawan.
Prabowo tidak menyerang Jokowi, meskipun partai pengusungnya paling banyak mencalonkan mantan koruptor sebagai anggota legislatif.
Hal itu berbeda dengan Jokowi yang menyerang Prabowo dengan menyebut Gerindra paling banyak caleg mantan napi koruptor, padahal datanya salah.
Untuk diketahui berdasarkan data yang dirilis KPU, Partai Golkar paling banyak mencalonkan eks napi kasus korupsi sebagai anggota legislatif.
Terdapat delapan mantan koruptor yang dicalonkan oleh partai pimpinan Airlangga Hartarto itu sebagai caleg.
Baca: Potret Ruang Tamu Rumah Andre Taulany yang Mewah dan Bergaya Eropa Klasik
"Itulah bedanya pak Jokowi dengan pak Prabowo. pak Prabowo itu negarawan, tahu kesalahan orang, tahu kejelekan orang, tapi tidak ingin mempermalukan. kalau pak Jokowi begitu aja dia nyerang," kata Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Padahal menurut Riza, Prabowo bisa saja menyerang balik Jokowi soal caleg mantan napi korupi pada debat perdana 17 Januari lalu.
Selain Jokowi salah data, Prabowo juga bisa menjelaskan bahwa yang mengusulkan mantan koruptor sebagai caleg adalah pemerintah.
"Dan yang memenangkan UU pemilu di parlemen itu pemerintah. dan yang tanda tangan hasil UU pemilu juga pemerintah," katanya.
Selain itu tambah Riza, Jokowi pula lah yang mengatakan kepada media massa bahwa semua mantan koruptor memiliki hak untuk dipilih, ketika undang undang Pemilu itu menjadi polemik.
Namun anehnya dalam debat, Jokowi justru menyerang Prabowo karena dinilai menerapkan undang-undang yang dibuat pemerintah itu sendiri.
"Salah alamat, jadi disitulah bedanya. padahal pak Jokowi ingin men-downgrade pak Prabowo seolah-olah tidak punya komitmen terhadap pemberantasan koruspi. salah terbalik," pungkasnya.
Sebelumnya, KPU RI resmi mengumumkan daftar calon legislatif (caleg) berstatus mantan terpidana korupsi yang ikut kontestasi Pemilu 2019.
Sebanyak 16 caleg mantan napi korupsi tersebar di tingkat DPRD Provinsi, 24 DPRD Kabupaten/Kota, dan 9 caleg di tingkat DPD RI. Total, 49 caleg mantan napi korupsi ikut Pemilu 2019.
"Ada 49 caleg berstatus mantan terpidana korupsi pada pemilu 2019. Data yang dihimpun KPU ini adalah dari seluruh calon anggota DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota," kata Komisioner KPU RI, Ilham Saputra dalam konferensi pers di Media Center KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).
Berikut rincian caleg mantan napi korupsi yang tersebar di tingkat DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2019.
1. Partai Gerindra = 3 orang caleg DPRD Provinsi, 3 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 6 orang.
2. PDI-Perjuangan = 1 orang caleg DPRD Provinsi, 0 caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 1 orang.
3. Partai Golkar = 4 orang caleg DPRD provinsi, kota 4 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 8 orang.
4. Partai Garuda = 0 caleg DPRD provinsi, 2 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 2 orang.
5. Partai Berkarya = 2 orang caleg DPRD Provinsi, 2 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 4 orang.
6. PKS = 0 caleg DPRD Provinsi, 1 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 1 orang.
7. Partai Perindo = 1 orang caleg DPRD Provinsi, 1 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 2 orang.
8. PAN = 1 orang caleg DPRD Provinsi, 3 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 4 orang.
9. Partai Hanura = 3 orang caleg DPRD Provinsi, 2 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 5 orang.
10. Partai Demokrat = 0 caleg DPRD provinsi , 4 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 4 orang.
11. PBB = 1 orang caleg DPRD Provinsi , 0 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 1 orang.
12. PKP Indonesia = 0 caleg DPRD Provinsi, 2 orang caleg DPRD Kabupaten/Kota. Total 2 orang.
Sementara 9 caleg tingkat DPD RI yang berstatus narapidana korupsi tersebar di 7 daerah pemilihan, meliputi:
1. Aceh, 1 orang
2. Sumatera Utara, 1 orang
3. Bangka Belitung, 1 orang
4. Sumateran Selatan, 1 orang
5. Kalimantan Tengah, 1 orang
6. Sulawesi Tenggara, 3 orang
7. Sulawesi Utara, 1 orang