News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Menilai Puisi Fadli Zon Jelek, Dibandingkan Goenawan Muhammad, Bagai Bumi dan Langit

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fadli Zon

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puisi Politisi Fadli Zon Dibandingkan Karya Goenawan Mohammad oleh pengamat politik. Puisi berjudul ' Doa yang Ditukar' masih menjadi polemik hingga hari ini. 

Puisi itu keluar setelah KH Maimun Zubair atau Mbah Moen sempat mengucap nama Prabowo saat berdoa. Tak Lama kemudian, Mbah Moen meralatnya dengan mengucap nama Jokowi.

Akibat puisi Fadli Zon itu, akhir pekan lalu, para santri di beberapa daerah menuntut Fadli Zon minta maaf kepada Mbah Moen, pimpinan Ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang. 

Bahkan, saat ini, pengamat pun ikut mengomentari puisi Fadli Zon. Salah satunya adalah pengamat politik sekaligus Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo.

Karyono Wibowo mengibaratkan puisi Fadli Zon berjudul ' Doa yang Ditukar' bagai menepuk air di dulang terpercik sendiri. Hal itu disebutnya karena puisi tersebut malah membuat malu Fadli Zon.

"Saya bilang puisinya begitu karena ada kata-kata begal, kau begal. Selama ini yang biasa membegal itu siapa?", kata Karyono dalam diskusi bertajuk 'Politik Dajjal? Begal Doa Kiai', Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/2/2019).

"Nah kalau kita runut setelah doanya Mbah Maimun ( Mbah Moen) kemudian beredar video yang dipenggal-penggal, yang membegal doanya Mbah Maimun itu siapa," imbuhnya.

Dalam tahun politik seperti saat ini, Karyono melihat puisi Wakil Ketua DPR itu sebagai bentuk kapitalisasi doa.

Itu dilakukan guna mendapatkan simpati publik demi kepentingan elektoral dalam pemilu.

"Jadi kita lihat kenapa Fadli Zon atau respons dari kubu penantang Pak Jokowi yang tega mengkapitalisiasi doa atau istilahnya membegal doa ulama karismatik yang sangat disegani itu karena didorong oleh syahwat politik, syahwat kekuasaan yang terlalu besar," tegasnya.

Selain itu, Karyono melihat diksi-diksi dalam puisi tersebut mengandung makna politis.

"Menurut saya, puisi ini jujur, saya katakan puisi yang sangat jelek, kurang bagus nilai seninya juga datar, diksi-diksi narasi yang digunakan juga sangat senang, sangat jauh kalau dibandingkan dengan puisi Goenawan Mohammad, dengam Khalil Gibran, itu antara bumi dan langit," tuturnya.

"Makanya saya ambil kesimpulan puisinya Fadli Zon lebih banyak pakai kata politis bukan puitis," bebernya.

Sebelumnya, Fadli Zon membuat puisi yang menyindir situasi sosial politik terkini. Kali ini puisi Fadli Zon tersebut berjudul Doa yang Ditukar. Puisi Fadli tersebut diposting dalam akun twiternya @Fadlizon.

Berikut isi puisinya tersebut.

DOA YANG DITUKAR

doa sakral
seenaknya kau begal
disulam tambal
tak punya moral
agama diobral
doa sakral
kenapa kau tukar
direvisi sang bandar
dibisiki kacung makelar
skenario berantakan bubar
pertunjukan dagelan vulgar
doa yang ditukar
bukan doa otentik
produk rezim intrik
penuh cara-cara licik
kau penguasa tengik

Ya Allah
dengarlah doa-doa kami
dari hati pasrah berserah
memohon pertolonganMu
kuatkanlah para pejuang istiqomah
di jalan amanah
Fadli Zon, Bogor, 3 Feb 2019

Dalam perkembangannya, puisi Fadli Zon tersebut menuai protes dari sejumlah organisasi masyarakat Islam dan santri karena dinilai menghina ulama, khususnya KH Maimun Zubair.

 Fadli Zon yang juga anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo-Sandiaga, menduga ramainya pembahasan puisi berjudul ' Doa yang ditukar' sengaja terus digoreng kubu lawan.

Termasuk munculnya tuntutan minta maaf oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Sukabumi, karena menilai puisinya itu menghina ulama Maimoen Zubair ( Mbah Moen).

"Ya memang digoreng, kan jelas sekali. Coba baca dengan pikiran jernih dengan akal sehat, engga ada apa-apa di situ. Mau apa, mau diperdebatkan apanya, kalau kita punya akal sehat engga ada apa," katanya di posko Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta, Selasa, (12/2/2019).

Menurut Fadli puisinya itu bukan ditujukan kepada Mbah Moen, melainkan kepada penguasa.

Selama ini ia mengaku sangat menghormati Mbah Moen sebagai ulama yang baik dan bijaksana.

"Mbah Moen itu saya hormati, saya sebut kau penguasa tengik, emang mbah moen penguasa, ya lagian itu puisi, tapi kalau mau digoreng-goreng, ya goreng aja silahkan," katanya.

Fadli juga sangsi adanya santri yang memprotes puisinya tersebut. Ia mengaku telah berkomunikasi dengan kiai di sejumlah daerah bahwa tidak ada yang memprotes puisi tersebut.

"Santri yang mana, saya sudah bicara dengan kiai di sana engga ada, mereka engga ada mau laporkan puisi. Silahkan aja, tapi puisi itu bagian dari ekspresi, saya tegaskan sebagai orang yang berekpsresi itu bukan Mbah Moen, justru kita hormati mbah yang sedang berdoa. Jadi tolong digunakan akal sehat," katanya.

Putra Maruf Amin

Sementara itu, putra calon wakil presiden Maruf Amin, Ahmad Syauqi atau akrab disapa Gus Syauqi, angkat bicara dan menjelaskan maksud doa Mbah Moen itu.

"Kuncinya ada di kalimatnya. Kalau orang tidak mendengarkan seksama itu ada pemaknaan yang berbeda. Bukan saya ahli, tapi karena saya tahu. Yang saya perhatikan di kata-kata itu, Mbah Moen sangat menekankan, yang maknanya disampaikan Mbah Moen, yakni; bapak Presiden ini, itu Presidennya Pak Prabowo. Tapi dimaknai, digoreng, dipanggang kelamaan, Ini Bapak Presiden adalah Pak Prabowo," kata Gus Syauqi dalam diskusi di Markas Terpadu C19 Poros Nyata Laskar KH Ma'ruf Amin (Master C19 Portal KMA), Menteng, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Ia menegaskan, ada pesan yang ingin disampaikan Mbah Moen lewat perkataan seperti itu.

"Kenapa harus kata-kata yang rumit? Kata itu yang digunakan. Mbah Moen ini ngetes. Ngetes, siapa sih orang yang suka bahan hoaks. Sambil menasehati kita, yang dengar telaah betul. Udah hoaks dinikmati, udah tahu racun, kok dinikmatin," ungkap Gus Syauqi.

Karenanya, menurut Gus Syauqi dengan kejadian ini, tahu akhirnya siapa yang suka membuat hoaks.

"Kita sekarang bisa tahu lah siapa yang bikin hoaks itu. Kira-kira begitu. Saya menangkapnya begitu," jelasnya.

Ia juga menyebut, jika salah, maka lebih kepada bahasa Arabnya, bukan atas namanya.

"Kalau mau salah, ke susunan bahasa Arabnya. Bukan nama yang salah. Itu 1.000 kali dibacakan Mbah Moen, akan tetap seperti itu. Karena memang susunannya begitu. Tapi karena Mbah Moen ini sering mengingatkan orang melalui doa. Itu luar biasanya beliau," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini