TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK memutar rekaman suara percakapan antara Direktur Utama PT PLN (Persero) , Sofyan Basir dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, pada 2 Juni 2018.
Rekaman suara percakapan itu diputar pada saat Sofyan dihadirkan sebagai saksi dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat terdakwa Idrus Marham. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (12/2/2019).
JPU pada KPK mengungkapkan setelah percakapan antara Sofyan dan Eni itu berselang beberapa hari kemudian ada pertemuan di Hotel Fairmont.
"Di menit ke-50, Eni mengatakan yang bisa menginikan Pak Kotjo kan Pak Sofyan, penting juga buat bang Idrus (Idrus Marham,-red). Apa yang bisa saksi jelaskan? Padahal saksi mengatakan tidak ada hubungan (proyek PLTU Riau-1 dengan Idrus Marham?" kata JPU pada KPK.
Baca: Dirut PLN Sebut Idrus Marham Tidak Tahu Soal Proyek PLTU Riau-1
Menanggapi pernyataan dari JPU pada KPK itu, Sofyan mengaku tidak mengetahui maksud pembicaraan Eni pada saat itu. Hal ini, karena dia sedang mengangkat telepon di depan menteri.
"Mungkin, karena posisi saya depan menteri. Waktu telepon tidak menangkap. Yang penting ok waktu pembicaraan," kata Sofyan.
Lalu, JPU pada KPK kembali menanyakan kepada Sofyan maksud dari pembicaraan itu. "Yang saksi ketahui apa?" kata dia.
Namun, Sofyan mengklaim tidak mengetahui maksud pembicaraan Eni sampai hari ini.
"Bu Eni sampaikan itu kepada saya, saya sampai hari ini tidak tahu. Saya depan menteri saya cepat menjawab supaya selesai, mungkin," ungkapnya.
Di kesempatan itu, Sofyan mengaku sempat ada pertemuan dengan Eni di Hotel Fairmont. Di kesempatan itu, hadir pula pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo.
Namun, dia membantah ada pembahasan soal 'fee' atau komisi untuk meloloskan proyek PLTU Riau-1. "Seingat saya tidak," kata Sofyan.
JPU pada KPK menjelaskan, upaya menanyakan kepada Sofyan itu dilakukan karena Eni sempat mengatakan di persidangan Sofyan akan mendapatkan 'The Best' dari proyek tersebut.
"Saya mengkonfrontir, karena Ibu Eni mengatakan itu, dapat the best?" kata JPU pada KPK.
Tetapi, Sofyan membantah tidak ada pembahasan soal fee. "Tidak ada," tegasnya.
Berikut percakapan antara Sofyan Basir dan Eni Saragih berdasarkan hasil rekaman yang diputar JPU pada KPK di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta:
Eni Saragih : Pak, aku penting mau ketemu bapak. Bisa hari ini jam berapa ya pak? Halo? Halo?
Sofyan Basir: Di Ujung Pandang
Eni Saragih: Halo?
Sofyan Basir: Iyak
Eni Saragih: O di Ujung Pandang?
Sofyan Basir: Iyak, iya
Eni Saragih: Kapan balik Pak?
Sofyan Basir: Besok bisa ketemu, boleh
Eni Saragih: Oh besok ya? Karena ini terkait dengan orang yang kemarin (suara tidak jelas) Dian sudah selesai gitu ya, saya...
Sofyan Basir: Ha ah
Eni Saragih: Penting karena...
Sofyan Basir: Ho oh
Eni Saragih: Penting juga buat Bang Idrus Kita (tertawa) Bang Idrus ya?
Sofyan Basir: Oke, oke, oke yak
Eni Saragih: Jadi saya penting ngomong. Karena bisa inikan ke Pak Kotjo itu Pak Sofyan sekarang gitu pak
Sofyan Basir: Oke oke
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.