News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap Proyek PLTU Riau 1

Suasana Pemilihan Ketua Umum Golkar Mengemuka di Dalam Sidang Kasus Suap PLTU Riau-1

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Iwan Supangkat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji memberikan keterangan di kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat terdakwa Idrus Marham.

Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (12/2/2019).

Di persidangan itu, dia mengungkapkan, mengenai peluang Idrus Marham maju sebagai calon ketua umum Partai Golkar di Munaslub pada bulan Desember 2017.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menanyakan mengenai peluang Idrus Marham maju sebagai orang nomor 1 di partai berlambang pohon beringin itu.

Baca: Putar Rekaman Percakapan Eni dan Sofyan Basir, Terdengar Kalimat Penting untuk Idrus Marham

Sebab, terdakwa Eni Maulani Saragih, yang juga menjabat sebagai bendahara umum Partai Golkar, di persidangan mengungkapkan peluang Idrus menempati posisi ketua umum sangat kecil.

"Kalau Idrus Marham peluangnya kecil jadi ketua umum. Saya kaitkan dengan Munaslub. Apakah memang saat itu memang ada perubahan peta politik tentang calon ketua umum yang direstui pihak luar? Eni bilang ada perubahan peta politik?" tanya JPU pada KPK kepada Sarmuji.

Sarmuji mengaku pada saat itu memang peluang mantan menteri sosial itu menempati posisi ketua umum partai, kecil.

"Jadi, suasana politik internal Golkar waktu itu yang saya paham tidak banyak pak Idrus Marham tidak punya banyak peluang sebagai ketua umum. itu suasana politiknya memang tidak mengarah pak Idrus Marham," ungkap Sarmuji di persidangan.

Lantas, kepada siapa suasana politik di Munaslub Partai Golkar mengarah untuk kandidat ketua umum.

"Ke Pak Airlangga," jawab Sarmuji saat ditanya JPU pada kPK.

Dia menjelaskan, suasana politik mengarah kepada Airlangga sudah terjadi sejak Idrus Marham menempati posisi pelaksana tugas ketua umum Partai Golkar.

Idrus menempati posisi itu menggantikan Setya Novanto, selaku ketua umum, yang terjerat kasus proyek pengadaan KTP-el.

"Sebelum pak Idrus Marham plt ketua umum. Bahkan, saya pernah diskusikan itu ke Pak Idrus Marham," tambahnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.

Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.

Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.

Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.

JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.

Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini