News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik soal Peristiwa 1998, Komnas HAM Tawarkan 3 Cara kepada Wiranto dan Kivlan Zein

Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat peristiwa Pembunuhan Dukun Santet Tahun 1998-1999, Choirul Anam (pegang mikrofon) saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Menteng Jakarta Pusat pada Selasa (15/1/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menanggapi perdebatan antara Menkopolhukam RI Jenderal TNI (Purn) Wiranto dan Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zein.

Anam menilai, perdebatan Wiranto dan Kivlan Zein mengenai apa yang terjadi pada 1998, baik terkait kasus Mei 98 ataupun Trisakti Semanggi I dan II, dan siapa yang bertanggung jawab, lebih baik diletakkan dalam narasi penegakan hukum.

Baca: Tantang Kivlan Zein & Prabowo Sumpah Pocong Terkait Dalang Kerusuhan 98, Wiranto: Jangan Asal Tuduh

Hal itu karena kasus-kasus tersebut telah dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM yang berat oleh Komnas HAM, dan berkas perkaranya sudah ada di Jaksa Agung sejak beberapa tahun yang lalu.

Ia mengatakan, ada tiga cara yang dapat dijalani oleh keduanya jika mau membawa masalah tersebut dalam ranah penegakan hukum.

"Pertama, bisa langsung menemui Jaksa Agung dan meminta untuk memberikan keterangan kesaksian atau memberikan keterangan tertulis dan dikirim kan kepada Jaksa Agung," kata Anam dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com pada Rabu (27/2/2019).

Untuk cara kedua. Anam mengatakan keduanya bisa memberikan keterangan kepada Komnas HAM.

"Walau pada akhirnya keterangan tersebut tetap akan dikirimkan kepada Jaksa Agung sebagai penyidik pelanggran HAM yang berat," kata Anam.

Ia meyakini kedua tokoh yang meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan mau melakukan hal tersebut.

"Kecuali bila perdebatan yang telah muncul di publik ini hanya bagian dari narasi politik sesasat dalam momentum pilpers. Ini sangat disayangkan," kata Anam.

Selain itu, menurutnya cara lain yang dapat dijalani adalah Jaksa Agung dapat memanggil kedua tokoh tersebut untuk memberikan keterangan guna melengkapi berkas kasus yang telah dikirimkan oleh Komnas HAM.

"Langkah ini merupakan terobosan hukum untuk memastikan keadilan bagi korban dan hak atas kebenaran bagi publik luas," kata Anam.

Namun, jika Jaksa Agung enggan melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan kedua tokoh tersebut, menurutnya, Jaksa Agung dapat menerbitkan surat perintah penyidikan kepada Komnas HAM untuk melakukan pemeriksaan.

"Cara-cara itu merupakan jalan terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara, yang berdasarkan pada hukum dan HAM. Daripada debat tanpa ujung dan tawaran mekanisme hanya bersifat jargon semata," kata Anam.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini