Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menanggapi perdebatan antara Menkopolhukam RI Jenderal TNI (Purn) Wiranto dan Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zein.
Anam menilai, perdebatan Wiranto dan Kivlan Zein mengenai apa yang terjadi pada 1998, baik terkait kasus Mei 98 ataupun Trisakti Semanggi I dan II, dan siapa yang bertanggung jawab, lebih baik diletakkan dalam narasi penegakan hukum.
Baca: Tantang Kivlan Zein & Prabowo Sumpah Pocong Terkait Dalang Kerusuhan 98, Wiranto: Jangan Asal Tuduh
Hal itu karena kasus-kasus tersebut telah dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM yang berat oleh Komnas HAM, dan berkas perkaranya sudah ada di Jaksa Agung sejak beberapa tahun yang lalu.
Ia mengatakan, ada tiga cara yang dapat dijalani oleh keduanya jika mau membawa masalah tersebut dalam ranah penegakan hukum.
"Pertama, bisa langsung menemui Jaksa Agung dan meminta untuk memberikan keterangan kesaksian atau memberikan keterangan tertulis dan dikirim kan kepada Jaksa Agung," kata Anam dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com pada Rabu (27/2/2019).
Untuk cara kedua. Anam mengatakan keduanya bisa memberikan keterangan kepada Komnas HAM.
"Walau pada akhirnya keterangan tersebut tetap akan dikirimkan kepada Jaksa Agung sebagai penyidik pelanggran HAM yang berat," kata Anam.
Ia meyakini kedua tokoh yang meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan mau melakukan hal tersebut.
"Kecuali bila perdebatan yang telah muncul di publik ini hanya bagian dari narasi politik sesasat dalam momentum pilpers. Ini sangat disayangkan," kata Anam.
Selain itu, menurutnya cara lain yang dapat dijalani adalah Jaksa Agung dapat memanggil kedua tokoh tersebut untuk memberikan keterangan guna melengkapi berkas kasus yang telah dikirimkan oleh Komnas HAM.
"Langkah ini merupakan terobosan hukum untuk memastikan keadilan bagi korban dan hak atas kebenaran bagi publik luas," kata Anam.
Namun, jika Jaksa Agung enggan melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan kedua tokoh tersebut, menurutnya, Jaksa Agung dapat menerbitkan surat perintah penyidikan kepada Komnas HAM untuk melakukan pemeriksaan.
"Cara-cara itu merupakan jalan terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara, yang berdasarkan pada hukum dan HAM. Daripada debat tanpa ujung dan tawaran mekanisme hanya bersifat jargon semata," kata Anam.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (MenkoPolhukam) Wiranto membantah pernyataan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen yang menyebutnya sebagai dalang kerusuhan tahun 1998.
Wiranto pun menantang mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu untuk sumpah pocong.
Wiranto turut mengajak Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat Panglima Kostrad.
"Saya berani, katakanlah berani untuk sumpah pocong saja. Tahun 1998 itu yang menjadi bagian dari kerusuhan itu, saya, PraboPrabKivlan Zen, sumpah pocong kita," kata Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
"Siapa yang sebenarnya dalang kerusuhan itu. Supaya terdengar di masyarakat, biar jelas masalahnya. Jangan asal menuduh saja," tambah mantan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI ini.
Pernyataan Wiranto ini menanggapi Kivlan Zen dalam acara "Tokoh Bicara 98" di Add Premiere Ballroom, Jalan TB Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Senin, (25/2/2019).
Wiranto menilai tuduhan yang dilontarkan Kivlan tersebut tak sesuai fakta.
Baca: Wiranto Enggan Ladeni Tantangan Debat Kivlan Zein
"Kasihan saudara Kivlan Zen yang selalu menyampaikan pernyataan ngawur. Tidak ada fakta soal itu. Dan tidak lagi melihat kenyataan yang beredar di masyarakat," kata Wiranto.
Padahal, menurut Wiranto sudah ada dokumen hasil kerja tim gabungan pencari fakta (TGPF) soal kerusuhan 1998.