Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Eddy Sindoro membacakan nota pembelaan terkait kasus suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019) malam.
Eddy memberi judul "Melewati Ujian Penerimaan Menyongsong Hari Depan" untuk nota pembelaannya.
Dia membuat nota pembelaan itu mengacu kepada tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Baca: Lindungi hak tahanan, Inggris kini miliki penjara transgender pertama
"Fakta-fakta persidangan menunjukkan sesungguhnya saya tidak bersalah dan seyogyanya saya dibebaskan murni," kata Eddy, saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019) malam.
Dalam persidangan Jumat (1/3/2019), JPU pada KPK, Abdul Basir membacakan tuntutan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Petinggi PT Paramount Interprise Internasional itu diyakini menyuap Edy Nasution selaku panitera pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu.
Baca: Kisah Pensiunan PNS Korban Peristiwa Talangsari yang Pernah Dipenjara 16 Bulan
Pemberian uang itu dilakukan agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana atau PT MTP dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited atau PT AAL meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang.
Menurut Eddy Sindoro, pada saat membacakan nota pembelaan, dia tak pernah memperoleh keuntungan apapun dari PT MTP dan dari PT AAL. Sehingga, dia mengaku, kaget diproses hukum.
"Rangkaian proses yang berjalan sungguh diluar jangkaun pikiran. Mendengar saudara JPU menuntut saya 5 tahun untuk peristiwa di luar pengetahuan saya sangat mengejutkan sekali," kata dia.
Atas dasar itu, dia meminta, majelis hakim agar menyatakan tuntutan JPU tidak meyakinkan dan membebaskan dari semua tuntutan.
Baca: Resmi, Hakim Perintahkan Jaksa Hadirkan Uu Ruzhanul Ulum di Sidang Korupsi Hibah Tasikmalaya
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut terdakwa Eddy Sindoro dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Petinggi PT Paramount Interprise Internasional itu diyakini menyuap Edy Nasution selaku panitera pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu.
Pemberian uang itu dilakukan agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana atau PT MTP dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited atau PT AAL meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang.
Aanmaning sendiri dalam dunia hukum merupakan peringatan berupa pemanggilan kepada pihak tereksekusi untuk melaksanakan hasil persidangan perkara serta hasil keputusannya secara sukarela.
Dalam uraiannya JPU KPK menyatakan untuk kasus penundaan aanmaning Eddy Sindoro melalui Wresti Kristian Hesti Susetyowati menyerahkan Rp 100 juta kepada Eddy Sindoro yang diterima oleh Doddy Aryanto Supeno.
Sementara untuk pengajuan PK PT AAL Eddy Sindoro yang juga melalui Wresti menyerahkan uang hadiah sejumlah Rp 50 juta dan 50 ribu US Dolar.
Eddy Sindoro dituntut melakukan pelanggaran pidana pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.