Laporan Wartawan Tribunnews.com/Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) didatangi tujuh korban dan keluarga korban tragedi Talangsari Lampung di Menteng Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019).
Koordinator sekaligus korban peristiwa Talangsari 1989, Edi Hasadad, meminta Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk mengabaikan deklarasi damai sebagai cara untuk menyelesaikan kasus tersebut.
"Kami meminta Komnas HAM untuk mengabaikan deklarasi damai itu karena menurut kami tidak sesuai dengan undang-undang yang ada," ujar Edi saat menyampaikan permohonan audiensi posisi hukum kasus Talangsari di Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/3/2019) seperti dikutip Kompas.com.
Menanggapi hal itu, Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Amiruddin mengatakan pihaknya akan segera menyurati Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Jenderal TNI (Purn) Wiranto terkait kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Talangsari.
Tanyai Wiranto
Amiuddin mengatakan, pihaknya akan menanyakan kepada Wiranto dan jajarannya terkait deklarasi damai kasus peristiwa Talangsari 1989.
Hal itu disampaikan Amiruddin ketika menerima tujuh korban dan keluarga korban perstiwa Talangsari yang menandatangi kantor Komnas HAM RI Menteng Jakarta Pusat pada Senin (4/3/2019).
"Komnas HAM tentu akan menyampaikan pandangannya segera. Kita akan kirim surat kepada Menko (polhukam) untuk mempertanyakan langkah ini," kata Amiruddin.
Ia mengatakan, itu karena sejak awal Komnas HAM telah menolak adanya Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat Kemenko Polhukam.
Ia mengatakan, Komnas HAM sendiri telah menyelesaikan berkas penyelidikan dugaan pelanggaran HAM Berat peristiwa Talangsari 1989 pada Juli 2008.
Ia menegaskan, berkas yang menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat pada peristiwa tersebut telah final dan tidak mungkin diubah.
Berkas penyelidikan tersebut juga telah dikembalikan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung pada (19/2/2019) setelah sebelumnya Kejaksaan Agung mengirim berkas tersebut dan delapan berkas penyelidikan pelanggaran HAM Berat lainnya pada 27 November 2019 dengan alasan tidak ada petunjuk baru.
Ia menegaskan, satu-satunya jalan agar berkas penyidikan kasus pelanggaran HAM berat itu bisa disidik oleh Jaksa Agung adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk menyidik kasus tersebut dan membuka pengadilan HAM Ad Hoc guna mengadili para terduga pelaku.
"Pintunya bisa dibuka oleh Presiden. Tetapi apakah presiden mau dan bersedia untuk meminta Jaksa Agungnya bertindak melangkah maju atau membiarkannya seperti ini. Tapi tentu kita akan tanya," kata Amiruddin.
Ia pun mengatakan, Komnas HAM telah mengirim surat pada Februari 2019 kepada Jokowi untuk mengambil langkah tegas terhadap penyelesaian 10 kasus pelanggaran HAM berat.
"Bulan lalu saya juga sudah kirim surat ke Presiden tidak hanya Talangsari, tapi sembilan berkas lain, kami tegaskan Presiden harus mengambil langkah itu," kata Amiruddin.