Itu merujuk pada latarbelakang Ma'ruf yang seorang ulama dan terbiasa berceramah ketimbang beradu gagasan. Sehingga kecermatan waktu dalam menyampaikan program, menurutnya, akan menyulitkan Ma'ruf Amin.
"Kyai itu kan jarang berdebat ya, lebih banyak ceramah, jadi ini mungkin bagi kita menarik. Karena kiyai Ma'ruf paham bahwa dia masuk ke dunia politik dan dunia politik itu memang dunia debat," jelas Hamdi Muluk kepada BBC News Indonesia.
"Dalam banyak hal, kyai Ma'ruf bukan tipe orang yang jika di atas panggung ada gaya teatrikal. Faktor usia juga, agak lamban sedikit. Jadi Sandiaga yang masih muda, di atas panggung lebih perform meski sedikit banyak ada rasa sungkan," sambungnya.
Kendati demikian, Hamdi, berharap kedua cawapres tidak mengulangi cara berdebat para capres yang dinilainya tak 'membumi'. Dalam pengamatannya, masing-masing calon belum menghadirkan solusi konkret atas permasalahan yang ada.
"Sepanjang ini dua kubu kan relatif tidak banyak beda, visi dan misi juga rancangan program tidak banyak berbeda. Sehingga kan apakah nanti bisa menukik pada isu-isu yang memungkinkan argumentasi yang lebih tajam."
Beberapa persoalan yang patut dicarikan solusi oleh para cawapres, menurut Hamdi, adalah mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan yang terus membengkak, meningkatkan mutu pendidikan yaitu para guru, dan membuka lapangan pekerjaan dengan menumbuhkan kawasan-kawasan industri.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik di bulan Agustus 2018, jumlah pengangguran di Indonesia saat ini tercatat sekitar 7 juta orang. Pelajar tingkat SMK berkontribusi pada 11% dari angka itu.
"Contoh BPJS Kesehatan itu paling besar defisitnya, keterlambatan membayar, mutu pelayanan, gimana itu cawapres memberikan solusi yang lebih konkret? Jadi harus men-challenge bagaimana supaya tidak defisit?"