Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Rahmat Bagja mengkritik proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan oleh KPU RI saat melakukan penyusunan DPT (Daftar Pemilih Tetap) Pemilu 2019.
Menurutnya proses coklit oleh KPU RI bermasalah sehingga membuat sejumlah warga negara asing (WNA) masuk dalam DPT.
Baca: Bawaslu: Jokowi Ajukan Cuti Sejak Awal Kampanye
“KPU melakukan verifikasi secara normal tapi yang jadi pertanyaan kami kemudian adalah kenapa ada WNA masuk, ini menjadi fokus kami, kesimpulannya adalah coklit yang dilakukan KPU RI bermasalah,” ujarnya dalam diskusi “DPT Pilpres Kredibel atau Bermasalah” di Kantor Seknas Prabowo - Sandiaga Uno, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2019).
Bagja terutama mengkritik proses coklit yang tidak dilakukan seksama oleh KPU RI.
Ia mengatakan kecermatan harusnya dimiliki tim dari KPU RI saat melakukan pendataan karena KTP-el milik WNA dan warga negara Indonesia (WNI) memiliki bentuk sama.
“Kami menilai pendataan tidak dilakukan sesuai aturan undang-undang, ketika ada KTP-el kemudian dianggap berhak masuk DPT, apalagi KTP-el WNA dan WNI sama bentuknya,” pungkas Bagja.
Bagja mengatakan Bawaslu akan melakukan penyisiran ulang untuk memastikan bahwa DPT Pemilu 2019 tak dimasuki pihak yang tidak berhak mencoblos.
Baca: KPU, Bawaslu, Kemendagri Kembali Rapat Bahas Persiapan Pemilu 2019 dengan Komisi II DPR RI
“Kami akan melakukan penyisiran lagi karena di tahun 2019 sudah ada penerbitan KTP-el untuk WNA,” pungkasnya.
Menurut undang-undang WNA memang diwajibkan untuk memiliki KTP-el dengan sejumlah syarat seperti sudah mengantongi ijin tinggal tetap, sudah berumur di atas 17 tahun, dan sudah atau pernah menikah.