TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah ikut menyoroti tuntutan 12 Tahun Penjara Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap terdakwa Advokat, Lucas.
Menurut Fahri, jika hakim Tipikor memutuskan perkara Lucas bukan berdasarkan pembuktian dalam ruang persidangan, maka keadilan dalam putusan hakim patut dipertanyakan.
Olehnya Fahri meminta kepada hakim Tipikor agar mulai mentradisikan memutuskan perkara berdasarkan pembuktian dalam persidangan.
Baca: Lucas Bacakan Pledoi Jangan Kambing-Hitamkan Saya
Bukan berdasarkan intervensi dari luar persidangan. Sebab keputusan Hakim akan menjadi gambaran bagi masyarakat dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Saya mohon kepada hakim Tipikor agar mulai mentradisikan memutuskan perkara berdasarkan pembuktian dalam sidang, bukan sesuatu yang tidak ada di ruang persidangan. Semoga dengan itu keadilan akan tegak di negeri kita ini dan ketenangan masyarakat serta kedisiplinan aparat kita segera tercapai," kata Fahri Hamzah melalui keterangan tertulisnya kepada Wartawan di Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Sidang vonis terhadap terdakwa Advokat Lucas bakal diputuskan hakim, Rabu (20/3/2019) besok. Namun jelang putusan, sorotan terhadap perkara tersebut terus berdatangan.
Termasuk yang diungkapkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch, M Yusuf Sahide.
Yusuf mengatakan, hakim harus mampu menunjukkan integritas dan keberanian dalam memutus perkara. Pasalnya, anggapan di masyarakat sudah melekat bahwa hakim tak memiliki kekuatan dalam menghadapi perkara yang ditangani KPK.
"Kalau begitu KPK akan semakin terlihat arogan. Di kasus Lucas lah, hakim harus menunjukan keberanian dalam memutus perkara," katanya.
Menurut Yusuf, kasus Lucas bisa menjadi titik balik peradilan di dalam negeri bisa kembali berdiri di atas nilai-nilai kebenaran.
Pasalnya, apa yang dituduhkan jaksa KPK kepada Lucas sejauh ini tak mampu dibuktikan di persidangan.
"Alat bukti rekaman yang menjadi alat bukti kuat KPK juga nyatanya tidak bisa dibuktikan. Bahkan alasan untuk dihadirkan sebagai bukti persidangan sangat jauh dari aturan main yang ada," tandasnya.
Olehnya, hakim harus berani mengambil sikap tegas. Tuntutan 12 tahun oleh jaksa KPK kepada terdakwa Lucas sesungguhnya telah menimbulkan sebuah kejanggalan dan tanda tanya besar.
"Dan hakim pasti menyadari hal itu. Maka di sinilah hakim harus menunjukkan kekuatannya sebagai benteng terakhir para pencari keadilan," tandasnya.
*Ikut Disoroti Mantan Hakim*
Senada dengan KPK Watch, mantan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar mengaku ikut memantau proses persidangan dalam perkara yang menjerat Lucas.
Syarifuddin juga meminta hakim agar berani menegakkan keadilan yang sesuai dengan fakta persidangan. Jangan mau tersandera oleh kepentingan KPK.
"Setidak-tidaknya melepaskan Lucas, atau setidak-tidaknya menyatakan penuntutan tidak dapat diterima," ujar Syarifuddin kepada Wartawan.
Kata Syarifuddin, dirinya turut memberi perhatian terhadap persoalan yang dialami Lucas. Dia mengungkapkan, selama proses persidangan dakwaan terhadap Lucas memang sudah amburadul.
"Saya katakan demikian karena dia (jaksa KPK) katakan dalam dakwaan bahwa Lucas bersama-sama dengan Dina Soraya. Akan tetapi dalam dakwaan tidak dinyatakan Dina akan diajukan secara terpisah perkaranya. Dan juga tidak dinyatakan dalam dakwaannya, bahwa Dina Soraya itu dalam DPO," katanya.
Faktanya, Lucas sendiri duduk dalam kursi pesakitan. Syarifuddin pun heran ketika hakim dalam memeriksa perkara, keberatan para penasehat hukum Lucas ditolak karena alasannya sudah masuk materi pembuktian.
"Jika memang sudah masuk dalam materi pembuktian, kenapa Dina Soraya tak dijadikan saksi pada kasus Eddy Sindoro. Padahal Dina juga diperiksa dalam berkas perkara Eddy Sindoro. Dalam BAP, Dina secara terang-terangan mengungkapkan bahwa pemilik akun Face Time Kaisar555176@gmail.com adalah milik Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie," terangnya.
Makanya Jimmy dan Dina-lah sesungguhnya yang menjadi aktor utama di balik kasus pelarian Eddy Sindoro ke luar negeri. Akan tetapi, Syarifuddin tak habis pikir kenapa kedua orang itu tak pernah dijadikan tersangka. Akibatnya, proses sidang berjalan timpang dan terkesan amburadul.
"Maka di sinilah seharusnya hakim memiliki keberanian. Mereka harus berani menyatakan penuntutan tidak dapat diterima. Mengingat karena awalnya hakim sudah memutuskan dalam putusan sela bahwa itu sudah masuk dalam materi perkara. Karena tidak mungkin hakim ingin menjilat ludahnya kembali," ungkap Syarifuddin.
Dina Soraya dan Jimmy yang tidak dijadikan tersangka dalam kasus pelarian Eddy Sindoro menjadi alasan kuat dan tak terbantahkan mengapa bukti yang diajukan JPU KPK terhadap Lucas sangat lemah. Bahkan tak bisa dipertanggung jawabkan.
"Berangkat dari semua fakta di persidangan, maka hakim harus berani membebaskan Lucas," ungkap Syarifuddin yang pernah mengalahkan KPK dalam gugatan perdata di PN Jakarta Selatan