Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK menanggapi pernyataan mantan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agama (Kemenag) Mochammad Jasin soal maraknya praktik jual beli jabatan di Kemenag.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya dengan tangan terbuka bakal menelusuri laporan-laporan tersebut.
"Yang pasti bila informasi tersebut valid dan ada saksi-saksi dan ada informasi pendukung, tentu akan kami telusuri lebih lanjut," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2019).
Baca: Politisi Golkar Erwin Aksa Putuskan Dukung Sandiaga Uno di Pilpres 2019 Karena Persahabatan
"Tapi secara rinci karena itu laporan masyarakat, tentu belum bisa kami sampaikan perkembangannya ya. Jadi prinsip dasarnya, pengaduan masyarakat ini terbuka bagi masyarakat berikan informasi kepada KPK," lanjut dia.
Sekadar informasi, Jasin yang juga pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua KPK periode 2007-2011 menyebut jika praktik jual beli jabatan di Kemenag sudah lama terjadi.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di tvOne, Selasa (19/3/2019) malam.
Baca: Peringatan Dini BMKG: Gelombang Tinggi di Perairan Indonesia, Waspadai Ombak 4 Meter
Jasin mengaku lebih terkejut karena ketika ia lengser dari posisi Irjen pada akhir 2016, praktik menawarkan jabatan di Kemenag sudah menggunakan tarif tertentu.
Bahkan, praktik meminta tarif tertentu itu sudah dilakukan secara terbuka.
Karena geram, ada beberapa rekan Jasin yang kemudian malah melapor ke dia.
Bahkan, ada rekannya yang mengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dimintai uang sebesar Rp 5 miliar ketika hendak melamar satu posisi di Kemenag.
Jasin pun menyarankan agar rekannya yang menjabat sebagai Wakil Rektor UIN melapor ke KPK.
"Ia mengaku siap untuk dipanggil dan bersaksi ke KPK. Saya juga sudah menyampaikan nomor ponselnya ke KPK," ucap Jasin.
Di dalam program ILC juga, Jasin secara blak-blakan menyebut sudah terjadi krisis integritas di Kementerian Agama.
Katanya, tingkat kepatuhan terhadap aturan sangat rendah. Ia pun meragukan proses seleksi pegawai untuk ditempatkan di posisi tertentu sudah sesuai prosedur.
Baca: Moa Aeim Hamil Anak Kedua, Lee Jeong Hoon Kewalahan Penuhi Ngidam sang Istri
"Sekarang, saya tanya SOP yang mana yang digunakan?" ujarnya.
Faktanya, pegawai yang sudah dikenai hukuman disiplin masih bisa diangkat ke jabatan yang lebih tinggi.
Padahal, kata Jasin, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010, pegawai yang pernah dijatuhi hukuman disiplin sudah tidak bisa lagi diangkat.
"Kalau mengangkat orang yang cacat, maka secara integritas lembaga itu bisa rusak. Jadi, kalau memberikan amanah, carilah orang yang tepat, sehingga Kementerian Agama bisa jadi penegak moral bangsa," tutur Jasin.
Jasin juga menjelaskan usai ia tak lagi di Kemenag, pengawasan menjadi lebih lemah.
Baca: KPID Sumbar Catat 3 Lembaga Penyiaran Tayangkan Iklan Kampanye di Luar Jadwal, 2 Radio 1 Stasiun TV
Lantaran posisi Irjen masih kosong, maka dirangkap oleh Sekretaris Jenderal.
Akhirnya, praktik penyimpangan yang terjadi semakin tidak terpantau.
Salah satunya, praktik pungutan untuk naik ke jabatan lebih tinggi tidak hanya terjadi di Kanwil provinsi, namun sudah merebak hingga ke madrasah.
"Sampai untuk posisi menjadi kepala madrasah saja ditargetkan harganya Rp10 juta. Ini data valid, karena kami melakukan hukuman disiplin di daerah Majalengka," kata Jasin.