Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komarudin Hidayat mengecam peristiwa penembakan brutal yang terjadi di dua masjid kota Christchurch, Selandia Baru.
Menurutnya aksi tersebut dilakukan berdasar ideologi sesat.
Hal itu ia sampaikan saat membacakan pernyataan sikap para tokoh lintas agama di Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2019).
Menurut para tokoh lintas agama, aksi teror itu tidak dilakukan secara acak (random).
Baca: Peringatan Dini Gelombang Tinggi di Indonesia hingga 20-23 Maret 2019, Diakibatkan Siklon Tropis
Namun, aksi dilakukan secara sistematis berdasar pada pemikiran si pelaku.
"Kami juga tahu berdasarkan informasi yang ada pada kami, bahwa tindak teror penembakan ini bukanlah tindakan asal-asalan (random act), melainkan tindakan yang ideologis," ujar Komarudin, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Barat, Rabu (20/3/2019).
Dalam manifesto yang sempat dikirimkan pelaku ke Kantor Perdana Menteri Selandia Baru sebelum tragedi itu terjadi, pelaku yang diketahui bernama Brenton Tarrant secara sengaja mempublikasi rencana buruknya.
Baca: Ini Sebaran 91 WNA yang Masuk DPT di Bali Versi Bawaslu Provinsi, dari Jepang Paling Banyak
"lni bisa kita baca dalam manifesto yang secara terang-terangan disiarkan pelakunya," jelas Komarudin.
Menurut para tokoh lintas agama itu, kata Komarudin, hal yang melatarbelakangi serangan tersebut adalah kebencian pelaku kepada islam (islamophobia) dan imigran (senophobia).
Sehingga rencana tersebut dianggap dilakukan secara terarah.
"Motivasi utama di balik terror ini adalah Islamofobia dan kebencian kepada imigran (senofobia)," kata Komarudin.
Baca: Akun Facebook Ternyata Bisa Diwariskan ke Orang Lain Jika Kita Meninggal Dunia, Begini Caranya !
Melihat akar masalah dari kasus tersebut, para tokoh lintas agama pun menegaskan bahwa 'islamophobia dan senophobia' merupakan pola berpikir yang sesat.
Tentu saja jika pola pikir seperti itu dibiarkan akan berdampak buruk karena bisa menimbulkan aksi radikal.