Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kembali mencetak sejarah.
Setelah serangkaian upaya, yakni melindungi warga negaranya dari hukuman mati di Malaysia, kerjasama pengembalian bukti pencucian uang dan korupsi dengan otoritas Swiss.
Baca: Kemenkumham Buatkan Satu TPS Dalam Rutan Atau Lapas Asal Penuhi Syarat Ini
Kini kementerian yang dipimpin Yasonna H Laoly berhasil memenangkan perkara arbitrase Internasional di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.
Sejumlah pihak mengapresiasi prestasi ini, mengingat rivalnya yakni perusahaan besar Churchill Mining Plc asal Inggris dan Planet Mining Pty Ltd asal Australia.
Yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengadvokasi kasus ini sekaligus menegaskan penegakkan hukum sektor investasi di Tanah Air.
Pola kerjasama antar lembaga, yang digagas Kemenkumham untuk mengadvokasi kepentingan negara ini, harus diterapkan sebagai pijakan baru.
Terlebih saat ini Indonesia tengah melakukan penataan besar di sektor tambang. Dimana pasti banyak pihak yang merasa dirugikan kemudian izin-izinnya dicabut pemerintah.
“Positif. Artinya memberikan kepastian hukum, memberikan perlindungan dan hak, serta jaminan bagi para investor,” kata Riyatno selaku Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kepada Tribunnews, Selasa (26/3/2019).
Ia menegaskan, kemenangan pemerintah RI di arbitrase tidaklah mudah. Butuh proses panjang, namun kerja sama antar beberapa lembaga bisa memenangkan gugatan.
Senada disampaikan Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi. Ia mengapresiasi kenyataan ini karena Indonesia menang melawan korporasi-korporasi raksasa.
Menurutnya, sesuai fakta, memang ditemukan adanya pemalsuan dokumen oleh perusahaan tambang tersebut.
“Hal ini patut diapresiasi. Memang kita melawan perusahaan besar yang listing di Inggris sana,” kata Ahmad kepada Tribunnews, Selasa (26/3/2019).
Dia menilai ICSID sudah cukup jernih menilai dalam kasus ini ada kecurangan-kecurangan seperti pemalsuan dokuman yang dilakukan oleh Churchill Mining sehingga kemudian mereka mendapat izin usaha pertambangan (IUP).