TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Indonesia yang berbhinneka, yang kaya akan sumber alam, yang berpenduduk banyak, yang terletak di kawasan cincin api (ring of fire) merupakan anugerah dari Maha Pencipta.
Karena itu tidak ada alasan satupun bagi siapapun termasuk agama, suku, ras ataupun kelompok untuk meniadakan salah satu keistimewaan Indonesia tersebut.
Hal yang harus dilakukan bangsa Indonesia tanpa terkecuali termasuk para pemudanya adalah menjaga dan merawat anugerah itu.
Demikian ditegaskan Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa), AM Putut Prabantoro yang juga Staf Ahli Garnisun Tetap I/Jakarta (Kogartap I/JKT) dalam makalahnya berjudul “AGEN PERUBAHAN” kepada para peserta Orientasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Di Lingkungan Kemenpora Tahun 2019, di Cibedug, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/03/2019).
Menurut Putut Prabantoro, yang juga Alumnus Lemhannas RI – PPSA XXI tidak ada seorangpun di Indonesia yang boleh meniadakan meski hanya salah satu dari begitu banyak keistimewaan yang memang sudah ada sejak berdirinya negara Indonesia.
Dengan terdiri lebih dari 17.000 pulau, Indonesia merupakan tempat hidup beratus suku dengan bahasa serta agama yang berbeda.
Indonesia itu, tegas Putut Prabantoro, terbentang dari Sabang hingga Merauke adalah warisan dari para pendiri negara serta pemimpin bangsa yang harus dijaga dan dirawat.
“Jaga Indonesia agar tidak dikuasai bangsa asing. Negara ini milik anak-cucu kita semua yang harus dijaga kedaulatannya. Dalam 15 tahun lagi anda akan memimpin para pemuda Indonesia. Kelak anda harus mendidik para pemuda Indonesia yang akan datang untuk mencintai negara dan bangsanya. Oleh karena itu, sebagai calon pegawai Kemenpora, anda harus membekali diri, mengisi kekurangan anda, menambah ilmu dan belajar dari dinamika politik yang ada. Semua harus belajar dari sejarah bangsa dan negara Indonesia. Tanpa mempelajari sejarah, anda kelak tidak pernah bisa membawa negara dan bangsa Indonesia ke masa depan,” tegasnya.
Putut Prabantoro menjelaskan, patriotisme (cinta tanah air) dan nasionalisme (cinta bangsa) adalah dasar dari semua kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa kedua cinta itu, sia-sia saja upaya kita mengisi kemerdekaan sebagaimana diharapkan oleh para pendiri bangsa.
“Tugas utama Kemenpora dalam bidang kepemudaan, menurut saya, adalah memastikan dan sekaligus menjamin para pemuda Indonesia mencintai bangsa, negara dan tanah airnya. Hanya dengan memastikan bahwa pemuda mencintai bangsa, negara dan tanah airnya, Indonesia memiliki masa depan. Pemuda dengan usia 15-30 tahun, adalah wilayah demografi yang harus digarap agar mereka kelak menjadi patriot dan nasionalis sejati,” ujarnya.
Dua “perang” besar, menurut Putut Prabantoro, akan dihadapi Indonesia yakni yang pertama adalah perang melawan bencana dan kedua adalah mewujudkan ketahanan nasional.
Bangsa Indonesia tidak dapat menghindar dari bencana alam. Bencana itu tidak akan memandang suku, agama, ras ataupun kelompok.
Para korban bencana tidak bisa memilih siapa yang akan menolong mereka untuk lepas dari penderitaan dan itu tidak ada kaitannya dengan agama, suku, ras ataupun kelompok.
Bencana hanya bisa dihadapi dengan gotong royong, persatuan dan solidaritas yang tinggi seluruh bangsa.
“Ketahanan Nasional hanya bisa terwujud ketika kita memiliki kedaulatan penuh atas bangsa, negara dan wilayah Indonesia. Itu terwujud dan ditentukan oleh ketahanan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (hankam). Ipoleksosbudhankam inilah yang akan menentukan modal utama Indonesia yakni demografi, sumber kekayaan alam dan geografi. Bagaimana kita mewujudkan ketahanan nasional di bidang ideologi dan politik, jika Pancasila sebagai dasar negara saja masih diperdebatkan dan bahkan ingin diganti,” tegas Putut Prabantoro.
Putut Prabantoro juga menegaskan, Indonesia juga tidak mewujudkan ketahanan nasional di bidang ekonomi, jika sumber-sumber ekonomi dikuasai asing.
Sebagai contoh, jika sumber-sumber air dikuasai oleh perusahaan air mineral, amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tidak pernah akan terlaksana.