Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum KONI Pusat, Tono Suratman, memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus suap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan dua pegawai Kemenpora lainnya.
Tono Suratman menjelaskan mengenai dua proposal pengajuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Proposal pertama berupa Proposal Bantuan Dana Hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018 dengan usulan dana Rp 51,5 Miliar.
Baca: Kronologi Ditemukannya Karyono Setelah Hilang 12 Tahun, Huni Lokasi Angker Telaga Ranjeng Brebes
Sedangkan, proposal kedua mengenai Usulan Kegiatan Pendampingan dan Pengawasan Program SEA Games 2019 Tahun Kegiatan 2018 dengan usulan dana sejumlah Rp 27,5 Miliar.
"Kami sudah menerangkan ada dua proposal," kata Tono, saat memberikan keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Setelah mendengarkan keterangan soal pengajuan dua proposal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mencecar pertanyaan mengenai pertemuan antara Tono dengan asisten pribadi Menpora Miftahul Ulum.
JPU pada KPK sempat membacakan transkrip percakapan yang menyebutkan nama Ulum.
Dalam percakapan itu ada pula nama Johnny dan Babe.
Baca: Kisah Heroik Pria Bisa Menyelamatkan Diri Saat Terjebak 60 Jam di Kapal Tenggelam Sedalam 30 Meter
"....WA-nya sudah saya diskusi sekarang saya ketemu dengan mas Ulum dan pak Johny'. Jadi si Babe ini sudah dengan saudara dan dengan mas Ulum dan juga Johny, ingat pertemuan itu?" tanya jaksa.
"Saya lupa-lupa ingat," jawab Tono.
JPU pada KPK meminta Tono supaya tidak menutup-nutupi pertemuan itu.
Akhirnya, Tono mengakui adanya pertemuan.
"Betul," kata Tono.
Lalu, JPU pada KPK menanyakan kepada Tono soal alasan bertemu dengan Ulum.
Tono mengungkapkan Ulum merupakan orang dekat Imam Nahrawi.
Baca: Respons Ultimatum AS, Rusia Pastikan Militernya Tak Akan Tinggalkan Venezuela
Tono mengatakan staf pribadi memang mempunyai peran untuk memberi masukan kepada Menpora.
"Pak Ulum staf pribadi Imam Nahrawi. Setahu saya staf pribadi. Yang selalu berdekatan dengan menteri. Karena selalu memberikan masukan kepada Menpora," ujar Tono.
Selain itu, Tono mengungkapkan komunikasi dengan Ulum agar proposal yang diajukan bisa disetujui.
Sebelumnya, Senin (11/3/2019), sidang beragenda pembacaan surat dakwaan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK membacakan surat dakwaan.
Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy dan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy didakwa secara bersama-sama menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Sidang pembacaan surat dakwaan itu dilakukan secara bergantian.
JPU pada KPK membacakan surat dakwaan untuk Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy terlebih dahulu.
Kemudian dilanjutkan pembacaan surat dakwaan untuk Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2018.
Dari OTT itu, KPK menetapkan 5 orang tersangka yaitu Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy sebagai tersangka pemberi. Kemudian tersangka penerima suap ialah Deputi IV Kemenpora Mulyana, PPK pada Kemenpora Adhi Purnomo dkk, serta staf Kemenpora Eko Triyanto.
Berdasarkan surat dakwaan, Jhonny memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana.
Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta.
Jhonny pun memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana.
Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.
Atas perbuatan itu, terdakwa didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.