TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terbitnya kebijakan yang baru diresmikan oleh pemerintah terkait dengan penyelesaian sengketa di Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yakni Peraturan Presiden (Perpres) No 16 Tahun 2018, diharapkan dapat mempercepat dan mempermudah pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tidak berbelit-belit, sederhana, sehingga memberikan value for money, serta mudah dikontrol dan diawasi.
Dengan disebutkannya pada Perpres tersebut bahwa sengketa pada pengadaan barang dan jasa dapat diselesaikan salah satunya melalui mekanisme arbitrase, maka Institut Arbiter Indonesia (IArbI) bekerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyelenggarakan diskusi bertajuk Short Talk Event “Penyelesaian Sengketa di Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Kami rutin melakukan diskusi membahas kebijakan yang baru diresmikan oleh pemerintah. Topik yang dibahas kali ini adalah Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dengan fokus pada Penyelesaian Sengketa. Tujuannya supaya kami para Arbiter bisa mengetahui lebih awal mengenai kebijakan terbaru, dengan demikian kami akan paham jika ada klien kami yang mengalami sengketa pada bidang tersebut,” tutur Ketua IArbI Agus Kartasasmita di sela-sela diskusi yang digelar di Balai Kartini, Jakarta (27/3/2019).
Agus menjelaskan masih ada prinsip yang perlu dikaji bersama antara Pemerintah dan IArbI. “Ada prinsip LKPP yang masih perlu pengkajian. LKPP adalah lembaga pemerintah yang dibiayai oleh negara dan LKPP perlu melaporkan segala kegiatannya secara transparan sesuai dengan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik. Permasalahannya adalah kasus yang menggunakan klausul Arbitrase pasti menggunakan sidang tertutup, dengan kata lain sengketa tidak akan terpublikasikan dan rahasia klien tidak akan tersebar ke publik”, papar Agus Kartasasmita.
Agus menambahkan bahwa asas tertutup (confidentiality) adalah prinsip Arbitrase di seluruh dunia. “Diskusi kali ini bisa menjadi saran kepada pemerintah, karena Arbitrase di seluruh dunia pun diselenggarakan secara tertutup (confidential), persidangan hanya dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan para arbiter yang mereka pilih. Kami siap jika diperlukan dalam diskusi untuk membantu pemerintah mengkaji kebijakan terkait penyelesaian sengketa”, ujar Agus
Diskusi tersebut dibuka dengan sambutan oleh Ketua IArbI, Agus Kartasasmita. Diskusi tersebut menunjuk Mudjisantosa, selaku Kepala Sub Direktorat Penanganan Permasalahan Kontrak LKPP, sebagai narasumber dan Ahmad Rizal selaku Wakil Ketua IArbI sebagai moderator. Peserta event berjumlah 56 orang yang terdiri dari para arbiter, akademisi, alumni pelatihan arbitrase dan juga publik praktisi serta pemerhati arbitrase.
Sementara itu Mudjisantosa mengungkapkan layanan ini berfokus pada sengketa kontrak antara kontrak pemerintah yang dibiayai dari dana APBN dan APBD dan salah satu cara penyelesaiannya menggunakan Arbitrase.
“Kita dengan lembaga arbitrase yang lain seperti IArbI ini pelatihannya dilatih oleh mereka, bagaimana kegiatan dan fungsi penyelesaian sengketa di BANI dan juga bagaimana penyelesaian sengketa di pengadilan. Saya berharap dengan Badan Arbitrase yang lain, kita bisa saling melengkapi. Selain itu juga hasil dan masukan dari diskusi ini juga akan kita pertimbangkan ke depannya,” ujar Mudjisantosa.