TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mendukung rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengkaji online game yang diduga berkonten kekerasan Playerunknown's Battlegrounds (PUBG)
Sebagai salah satu pimpinan komisi yang membidangi perempuan dan anak, Ace Hasan sangat mendukung jika MUI memang ingin melakukan kajian terhadap game tersebut.
Terutama terkait layak atau tidaknya PUBG dimainkan oleh anak-anak hingga kalangan dewasa.
"Saya mendukung langkah MUI untuk mengkaji game online PUBG, apakah dilarang atau tidak di Indonesia," ujar Ace, melalui pesan singkatnya kepada Tribunnews.com, Minggu (31/3/2019).
Memiliki putra dan putri yang masih berusia di bawah umur, membuatnya turut khawatir.
Sehingga ia merasa permainan yang memiliki konten kekerasan seharusnya dilarang untuk menghindari munculnya dampak negatif terhadap mental dan perilaku anak.
"Pelarangan jenis mainan yang mengandung kekerasan bagi anak, sangat penting," jelas Ace.
Menurut Ketua DPP Partai Golkar satu ini, pelarangan terhadap game semacam itu bisa meminimalisir dampak buruk pada perkembangan psikologis anak.
"Agar anak-anak kita tidak terpengaruh oleh perkembangan psikologisnya dengan kekerasan dan tindakan brutal (akibat game tersebut)," tegas Ace.
Baca: Tak Izinkan Rafathar Beli Mainan, Nagita Slavina Malah Lakukan Ini, Mama Rieta Kesal: Ya Allah Mbak!
Sebelumnya, menyoroti adanya dampak negatif yang bisa ditimbulkan game yang memuat konten kekerasan PUBG, MUI pun menggelar Rapat Pengkajian terkait fatwa.
Rapat tersebut dihadiri oleh anggota MUI, perwakilan Kementerian dan lembaga, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Psikolog dan Asosiasi e-sport Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam mengatakan bahwa agenda tersebut sengaja diadakan untuk mendengarkan pendapat sejumlah pihak terkait dampak yang bisa ditimbulkan dari PUBG.
"Kita melaksanakan pengkajian yang mendengar dari para pihak yang memiliki keahlian terkait fenomena game kekerasan dan dampaknya di tengah masyarakat," ujar Asrorun, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).
Ia menjelaskan, sejak terjadinya aksi penembakan brutal di dua masjid kota Christchurch, Selandia Baru, banyak pihak yang mengaitkan apa yang dilakukan pelaku dengan permainan PUBG.
Kendati demikian, ia dan jajaran MUI lainnya enggan untuk mengambil kesimpulan terlalu dini terkait penyebab kasus tersebut.
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi pelaku dalam melakukan aksi sadisnya itu.
"Bisa jadi (pelaku terpengaruh) faktor pemahaman keagamaan yang bersifat menyimpang, bisa jadi faktor sosial politik, bisa jadi ekonomi, bisa jadi faktor budaya termasuk di dalam tontonan dan juga permainan," jelas Asrorun.
Oleh karena itu, semua pihak harus bisa melakukan pencegahan terhadap aksi serupa.
Meskipun ada atau tidaknya kaitan PUBG dengan aksi teror yang menewaskan 50 orang itu.
Asrorun menegaskan jika semua pihak saling bekerjasama untuk menangani permasalahan tersebut, maka kedamaian bisa diperoleh seluruh masyarakat.
"Ini semua harus kita cegah secara bersama-sama, guna memastikan kehidupan masyarakat kita (agar) hidup tenang, tenteram, harmonis," kata Asrorun.
Ia kembali menekankan bahwa jika kedamaian tercipta, maka masyarakat akan terhindar dari tindakan yang terkait kekerasan.
Lebih lanjut ia menegaskan, perubahan harus dimulai dari tata cara berpikir tiap individu agar pola pikir negatif dan radikal bisa terhindari.
"(Semua harus bekerjasama untuk melindungi masyarakat agar) jauh dari tindak kekerasan, radikalisme, terorisme sekalipun, mulai (perubahan) dari tata berpikir," tegas Asrorun.