TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Umat Baha'i di dunia, Kamis (21/3/2019) merayakan Hari Raya Naw-Ruz, yaitu perayaan Tahun Baru Baha'i.
Pengikut ajaran Baha'i juga mengisi perayaan dengan penuh suka dan kegembiraan.
Perayaan Hari Raya Naw-Ruz adalah perayaan tahun baru umat Baha'i di seluruh dunia yang dirayakan pada tanggal 21 Maret.
Perayaan ini didahului dengan puasa selama satu bulan Baha'i yaitu 19 hari.
"Pada masa berakhirnya puasa, kita merayakan Tahun Baru Naw-Ruz," kata dr Nabil A Samandari, Anggota Majelis Rohani Nasional Baha'i dalam keterangan pers, Senin (1/4/2019).
Tahun ini, lanjutnya, kita memasuki tahun ke 176 Era Baha'i (EB) sehingga perayaan suci, tentu kita melakukan doa terlebih dahulu membaca tulisan suci, sesudah itu ramah tamah dan merayakan dengan saling berkunjung ke tempat kerabat termasuk dikunjungi juga oleh sahabat-sahabat dari berbagai agama.
"Pesan dari perayaan Hari Naw-Ruz kali ini adalah sesuai dengan visi Bahá'u'lláh yaitu kesatuan dan persatuan umat manusia, jadi cinta kasih penting untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu bukan hanya komunitas tapi seluruh bangsa Indonesia. Kalau bersatu kita maju, dan kalau terpecah kita akan runtuh," ucap Nabil.
Agama Baha'i sendiri, dikatakan Nabil, perwujudan Tuhannya adalah Sang Suci Bahá'u'lláh yang berarti kemuliaan Tuhan.
Baca: Simulasi Kumpulan Soal UNBK SMA/MA 2019, Lengkap Semua Mata Pelajaran Ujian Nasional, Coba di Sini
"Beliau lahir di kota Teheran, Persia pada tahun 1817, kemudian beliau mengumumkan kerasulannya atau misinya pada tahun 1863 ketika diasingkan di kota Baghdad. Seperti pembawa visi baru lainnya, beliau diasingkan ke beberapa kota selama 40 tahun hingga terakhir wafat di penjara Akka pada tahun 1892," tuturnya.
Ajaran intinya, kata Nabil adalah persatuan umat manusia yang dasarnya tidak boleh ada prasangka, harus ada cinta kasih.
Semua manusia kita percaya berasal dari satu zat yang sama, Tuhan hanya ada satu, tidak ada yang berbeda.
Turut dijelaskan Benedict Chee, Anggota Majelis Rohani Nasional Baha'i bahwa agama Baha'i sudah lebih dari seratus tahun ada di Indonesia, yakni sejak tahun 1885 dan terbuka bagi siapapun dengan latar agama yang berbeda untuk saling menghormati dan menghargai sesama umat manusia.
Emma Nurmawati, Kepala Bidang Kelembagaan Pusat Pendidikan dan Pelayanan Kementerian Agama RI yang turut hadir sebagai undangan dalam perayaan Hari Naw-Ruz mengatakan pihaknya mendukung perayaan hari raya seluruh agama.
"Kami Kementerian Agama selalu menghargai perayaan dari masing-masing agama, karena Kementerian Agama adalah pembinaan dan pelayanan kepada semua umat beragama. Jadi kami juga ikut memberikan dukungan kepada semua teman-teman kiranya dapat selalu bersama membina kedamaian kerukunan di bumi Indonesia ini," ujarnya.
Selain Kementerian Agama, setiap tahun turut hadir pula perwakilan dari berbagai kementerian-kementrian lain dan lembaga-lembaga negara seperti LIPi, komnas ham, komnas perrmpuan dan lain-lain.
Baca: Mendikbud: Tak Ada Rencana Hapus Pelajaran Agama di Sekolah
Hal ini merupakan wujud silahturahmi antara umat Baha’i dengan berbagai kalangan dalam rangka bahu membahu untuk menyumbang pada Indonesia yg lebih adil, sejahtera secara jasmani maupun rohani.
Dilansir dari situs resmi Agama Bahá’í adalah agama yang berdiri sendiri, bukan merupakan sekte atau bagian dari agama manapun.
Dalam sejarah tercatat bahwa agama Bahá’í masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-19.
Saat ini agama Bahá’í telah ada di lebih dari 191 negara dan 46 wilayah territorial di dunia dan telah memiliki perwakilan konsultatif resmi di Perserikatan Bangsa-bangsa.
Inti dari ajaran agama Bahá’í adalah persatuan: bahwa Tuhan itu satu, umat manusia itu satu keluarga besar dan semua agama bersumber dari satu sumber Ilahi yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu ciri khas masyarakat Bahá’í adalah keanekaragamannya.
Agama Bahá’í merangkul orang-orang yang berasal dari ratusan ras, suku dan bangsa, bermacam-macam profesi serta berbagai golongan sosial ekonomi semuanya bersatu demi mengabdi kepada kemanusiaan.
Dalam masyarakat Bahá’í keanekaragaman dihormati dan dihargai, dalam segala keanekaragamannya, masyarakat dapat hidup bersatu dengan penuh kedamaian dan cinta.
Menyadari potensi yang dimiliki oleh individu dan masyarakat untuk memajukan transformasi individu dan sosial, masyarakat Bahá’í telah melakukan usaha terbaiknya untuk memajukan proses pendidikan dan untuk belajar dari satu sama yang lain tentang bagaimana membangun suatu masyarakat yang sejahtera jasmani dan rohani.
Berbagai prinsip-prinsip rohani yang menjadi bimbingan untuk membangun dan membawa perbaikan bagi masyarakat luas, diantaranya adalah: kesatuan umat manusia, kesetaraan pria dan wanita, menghapuskan prasangka, pendidikan universal, penyelidikan kebenaran secara bebas.
Ketika prinsip-prinsip ini terus diusahakan agar terwujud dalam bentuk praktek di setiap rumah, lingkungan dan negara, potensi umat manusia untuk mencerminkan keluhurannya, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat, secara perlahan akan muncul.
Tidak ada simbol-simbol fisik, atau cara berpakaian dan atribut, yang membedakan umat Bahai secara khusus.
Sebagaimana diajarkan oleh Sang Abdul Baha ”Orang Baha’i dapat dikenal dari sifatnya”.
Sebagaimana juga merupakan ajaran semua agama, simbol utama dari kerohanian dan keagamaan haruslah sifat sifat rohani seperti kejujuran, kedermawanan, kerendahan hati dan pengabdian kepada sesama umat dan kepeduliannya pada perdamaian.
Diakui Pemerintah
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, Baha'i merupakan salah satu agama yang dilindungi konstitusi.
Ia pun mengingatkan bahwa Baha'i berhak mendapatkan layanan kependudukan.
"Saya menyatakan bahwa Baha'i adalah termasuk agama yang dilindungi konstitusi sesuai Pasal 28 E dan Pasal 29 UUD 1945. #Baha'i," kata Lukman dalam akun Twitter pribadinya, @lukmansaifuddin, Kamis (24/7/2014).
Lukman juga mengatakan, karena dilindungi oleh konstitusi, maka Baha'i berhak mendapatkan layanan kependudukan layaknya pemeluk lima agama lain di Indonesia.
"Berdasar UU 1/PNPS/1965 dinyatakan agama Baha'i merupakan agama di luar Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu.. #Baha'i," kata Lukman yang kemudian dilanjutkan, "... yg mendapat jaminan dari negara dan dibiarkan adanya sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. #Baha'i."
Ketika dikonfirmasi terkait hal tersebut, Lukman mempersilakan mengutip dari Twitter yang sudah disampaikannya dalam beberapa bagian.
"Silakan lihat tweet saya," jawab Lukman ketika dikonfirmasi Kompas.com.
Berikut adalah rangkaian "kicauan" Lukman dalam akunnya, @lukmansaifuddin:
"1. Awalnya Mendagri bersurat, apakah Baha'i memang benar merupakan salah saru agama yg dipeluk penduduk Indonesia? #Baha'i."
"2. Pertanyaan ke Menag itu muncul terkait keperluan Kemendagri memiliki dasar dlm memberi pelayanan administrasi kependudukan. #Baha'i"
"3. Selaku Menag saya menjawab, Baha'i merupakan agama dari sekian banyak agama yg berkembang di lebih dari 20 negara. #Baha'i"
"4. Baha'i adalah suatu agama, bukan aliran dari suatu agama. Pemeluknya tersebar di Banyuwangi (220 org), Jakarta (100 org), #Baha'i"
"5. Medan (100 org), Surabaya (98 org), Palopo (80 org), Bandung (50 org), Malang (30 org), dll. #Baha'i"
"6. Saya menyatakan bahwa Baha'i adalah termasuk agama yg dilindungi konstitusi sesuai Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945. #Baha'i"
"7. Berdasar UU 1/PNPS/1965 dinyatakan agama Baha'i merupakan agama di luar Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu.. #Baha'i"
"8. ... yg mendapat jaminan dari negara dan dibiarkan adanya sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. #Baha'i"
"9. Saya berpendapat umat Baha'i sebagai warganegara Indonesia berhak mendapat pelayanan kependudukan, hukum, dll dari Pemerintah. #Baha'i"
"10. Demikian temans, semoga maklum. Selamat bersiap berbuka bagi yg puasa, meski masih lama.. ;) #Baha'i"