News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Alami Kejadian Tak Wajar Sebelum Akunnya Diretas, Ferdinand: Jika Benar Dia, Saya Cabuti Kukunya

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Juru bicara Partai Demokrat Imelda Sari dan Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean saat menggelar konferensi pers di kantor DPP Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Demokrat, Ferdinand Hutahaean menceritakan bagaimana dirinya merasa telah diintai dan diikuti oleh orang tidak dikenal sebelum akun Twitter-nya diretas.

Menurut pengakuan Ferdinand Hutahaean, intensitas dirinya dibuntuti, semakin sering satu bulan belakangan.

Bahkan, orang-orang itu, sampai mengetuk rumahnya untuk seolah-olah memberikan barang atau kiriman paket.

"Rumah saya sering sekali didatangi oleh orang yang tidak dikenal. Masih untung pembantu saya, saya bilang jangan bukakan pintu untuk siapapun. Pembantu saya bilang "Pak tadi ada yang nyari" dan macam-macam itu. Orangnya ada yang naik motor, ada yang pura-pura antar paket," kata Ferdinand Hutahaean saat berbincang bersama Tribun di salah satu cafe di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Ferdinand Hutahaean melanjutkan, terkadang dia harus meminggirkan kendaraannya ke SPBU atau tempat cucian mobil untuk mengalihkan perhatian.

Atau setidaknya, sampai keadaan benar-benar tenang dan tidak ada lagi yang mengikuti.

Kendati demikian, ia menjelaskan sudah mendeteksi enam akun email yang masuk ke dalam akun twitter-nya.

Keenam akun tersebut merupakan nama-nama orang Indonesia dan berada di Jakarta, Bandung dan satu di Singapura.

Tak cukup sampai disitu, satu akun memakai nama orang yang cukup terkenal di dunia Twitter.

"Ada enam alamat email yang mengakses akun saya. Ada satu yang namanya sering koar-koar di Twitter. Jika benar dia, saya cabuti kukunya," kata Ferdinand Hutahaean.

Berikut petikan wawancara Tribun bersama dengan Ferdinand Hutahaean mengenai kasus peretasan yang menimpa dirinya:

Baca: Polda Bali Tolak Penangguhan Penahanan Mantan Wagub Bali Ketut Sudikerta

Tribun : Apakah benar merasa diintai sebelumnya?

Ferdinand : Oh iya, rumah saya sering sekali didatangi oleh orang yang tidak dikenal. Masih untung pembantu saya, saya bilang jangan buka kan pintu untuk siapapun. Pembantu saya bilang "Pak tadi ada yang nyari" dan macam-macam itu.

Orangnya ada yang naik motor, ada yang pura-pura antar paket. Makanya, saya tidak pernah pesan dan dikirim ke rumah. Pasti ke DPP atau ke kantor saya. Kecuali kalau sudah konfirmasi dulu ke saya. 

Lalu, saya bilang, kalau ada yang nanya "Ini rumah Pak Ferdinand? Bilang saja bukan. Ini rumah Pak Soeharto".

Mereka sebenarnya pasti tahu, tapi ketika dikelabui sama pembantu saya, mereka akan ada sedikit gusar dan itu saya lakukan. Sering sekali ke rumah. Siapa tahu narkoba yang dikirim kan?

Nanti tiba-tiba ada polisi yang datang. Habis saya.

Tribun : Sejak pemilu semakin tinggi intensitasnya atau seperti apa?

Ferdinand : Frekuensi orang datang ke rumah saya itu lebih sering dalam satu bulan ini. Mungkin saya yang paranoid, tapi saya bukan orang penakut sebenarnya. Tapi okelah, saya menganggap diri saya ini Paranoid.

Pas kadang saya lagi perjalanan pulang, saya beberapa kali harus minggir ke SPBU meski tidak mau isi bensin atau ke cucian mobil berhenti sampai aman. Itu perasaan saya, apakah saya paranoid? Saya sebenarnya tidak takut apa-apa.

Tribun : Ada orang lain selain anda?

Ferdinand : Ya ada, seperti saya, Jansen Sitindaon, Imelda Sari, Rachland Nasidik sama Andi Arief. Karena kami paling deras memenangkan 02.

Tribun : Khusus soal foto, ada klarifikasi?

Ferdinand : Jadi gini, soal foto itu ada tiga yang benar. Sisanya diedit termasuk yang seolah saya video call dengan wanita.

Foto pertama, ada luka baret di pipi saya. Foto itu saya simpan untuk barang bukti ke kepolisian dari tindak pidana kekerasan. Saya simpan di email.

Baca: Polisi Buru Kreator dan Buzzer Penyebar Hoaks Server KPU Di-setting Menangkan Jokowi

Kedua, saya foto begini (angkat kedua tangan ke atas) itu saya pakai celana loreng. Sama yang begini (tangan menyilang di dada) dan itu pernah saya posting di Facebook saya.

Saya simpang di email. Kalau foto yang lain, itu bukan saya apalagi yang video call. Kalaupun mau diedit, ya mbok ya sama yang cantik lah.

Sama pakai foto yang celana dalam merah itu, saya tidak pernah seumur-umur punya celana dalam berwarna merah.

Saya yakin, mereka yang meretas ini mau mem-framing saya seolah saya LGBT gitu loh. Ferdinand ini dibentuk untuk menjadi LGBT, hasilnya terlihat.

Setelah kasus itu, media sosial saya banjir direct message dari kaum LGBT, dikira mungkin saya ini benar-benar LGBT.

Tribun : Tujuan anda foto setengah badan telanjang?

Ferdinand : Ya biasalah. Namanya pria ingin terlihat gagah di media sosial. Foto itu saya ambil di salah satu hotel di Semarang.

Kalau foto telanjang dada, itu biasa lah laki-laki tapi, karena dirangkai dengan foto lain, jadinya seperti foto mesum.

Tribun : Wanita di dalam Video?

Ferdinand : Benar itu video saya dengan pacar saya di Gili Trawangan. Status saya single saat itu dan saya punya pacar inisial AL. Saya pacaran dua tahun dengan dia dan kandas.

Ya masa pacaran saja tidak boleh? Ini mereka framing bahwa saya selingkuh. Padahal, saya tidak beristri tahun 2016. Selain tiga foto dan satu video itu, editan semua.

Tribun : Peretas orang bayaran?

Ferdinand : Kembali ke tadi, kenapa mereka berani? tentu ada bayaran dan jaminan. Siapa yang menjamin? Tentu elit-elit tadi yang dekat dengan kekuasaan yang punya akses dan atau mencantol ke penguasa.

Baca: Prabowo: Kebocoran Anggaran Saya Hitung Rp 1.000 Triliun, Bukan Dibantah Tapi Dihina

Tidak mungkin preman yang menjamin. Yang bisa menjamin hanya elit politik. hanya itu yang bisa. Kalau kami, elit politik di luar kekuasaan, tidak bisa memberikan jaminan. 

Tribun : Anda ingin mengatakan, pelaku merasa aman?

Ferdinand : Iya dong. Mereka melakukan aktivitas itu tidak hanya ke satu orang, tetapi juga ada beberapa orang. Tanpa rasa takut. Mengapa? ya ada jaminan dan bayaran.

Tanpa dua ini tidak mungkin. Kalau tanpa bayaran, bisa jadi mereka tergabung dari dalam satu tim. Ini brutal. Elit saja sudah diperlakukan seperti ini.

Tribun : Menurut Anda, peretas melakukan hal sistematis?

Ferdinand : Iya mereka ada yang mengorder, ada yang memerintah dan ada yang membina dan membayar. Terhubung dengan lawan politik atau tidak? Apakah ada garis komando? Bisa saja, tapi saya tidak tahu. Tapi ini pasti ada keterlibatan elit politik dekat penguasa.

Tribun : Tujuannya menurut anda?

Ferdinand : Menghabisi Opinion Maker. Kami menjadi terbatas ruangnya untuk menyampaikan ke publik. Di politik ini biasa main di Twitter, maka dihabisi lah ini. Dari Twitter ini bisa viral kemana-kemana.

Mereka menghabisi setengah mulut kami. Corongnya ditutup. Membatasi kami untuk menyampaikan ke publik. Dilihat lebih lanjut, mereka harusnya kubu sebelah, karena motifnya jelas urusan politik. Mereka melakukan pembusukan ke orang-orang 02.

Tribun : Target peretasan?

Ferdinand : Swing voters. Target mereka yang swing itu pindah ke mereka karena masih ada 20 persen yang belum menentukan. Tapi, publik sudah mengerti apa yang mereka lakukan dan saya yakin tidak ada yang pindah.

Tribun : SBY sudah tahu hal ini? Apa tanggapannya?

Ferdinand : Sudah kemarin. Dia bilang agar saya sabar. Sebentar lagi Pemilu selesai.

Tribun : Apakah sudah menggerus elektabilitas?

Ferdinand : Tidak. Saya setelah kejadian ini, turun ke Dapil saya dan mereka tidak ada yang percaya. Masyarakat dapil saya sudah bilang kalau ini fitnah dan harus dicari oleh pihak kepolisian. Mereka bicara padahal saya belum bicara soal itu.

Tribun : Sudah tahu siapa peretas?

Ferdinand : Saya sudah bentuk tim untuk mencari. Tim meminta waktu tiga hari. Mereka sudah menunjukkan bukti awal dan saya akan serahkan ke kepolisian.

Ada enam alamat email yang mengakses akun saya. Ada satu yang namanya sering koar-koar di Twitter. Jika dia, saya cabuti kukunya. (amriyono prakoso)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini