Pihak KPK telah menerima surat permohonan praperadilan Romahurmuziy yang memuat poin-poin yang dipraperadilankan.
Yakni, Rommy menyatakan tidak mengetahui tentang adanya tas kertas berisi uang, mempermasalahkan penyadapan KPK, dan Rommy memandang pasal suap tidak bisa digunakan karena tidak ada kerugian negara dan KPK hanya bisa memproses kasus dengan kerugian negara Rp 1 miliar lebih.
Selain itu, pihak Rommy mempersoalkan OTT yang dilakukan oleh KPK, sementara dia mengklaim tidak mengetahui tas berisi uang.
Baca: Caleg Perindo di Surabaya Mengaku Dipukul Teman Satu Partai Pakai Gagang Pistol
Rommy juga menolak penetapan tersangka kepadanya karena tidak didahului dengan penyidikan.
Muhammad Romahurmuziy selaku anggota DPR dan Ketua Umum PPP, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim KPK di Hotel Bumi Surabaya, Jawa Timur pada 15 Maret 2019, karena dugaan menerima suap.
Dua pejabat Kementerian Agama di Jatim yang diduga sebagai pemberi suap, Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin, turut diamankan.
Dari OTT tersebut, tim KPK mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 156.758.000, di mana sebanyak Rp 50 juta disita dari asisten Rommy bernama Amin Nuryadin.
Uang tersebut merupakan pemberian dari Muhammad Muafaq Wirahadi untuk Rommy.
Diduga pemberian uang itu sebagai suap untuk Rommy yang membantunya lolos dalam seleksi jabatan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
KPK juga mempunyai bukti Rommy telah menerima uang Rp 250 juta dari Haris Hasanuddin atas bantuan meloloskannya dalam seleksi jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
KPK menetapkan Rommy sebagai tersangka penerima suap jual beli jabatan di lingkungan Kemenag.
Perbuatannya diduga dibantu oleh pejabat Kemenag. Sementara, Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin disangkakan sebagai pemberi suap.
Ketiganya juga ditahan oleh pihak KPK di tempat terpisah.
Pada 2 April 2019, pihak KPK membantarkan penahanan Rommy ke RS Polri Kramat Jati karena mengalami infeksi saluran pencernaan.