News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap Proyek PLTU Riau 1

KPK Segera Periksa Sofyan Basir sebagai Tersangka

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan terkait penetapan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/4/2019). KPK menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka sebagai tersangka terkait hasil pengembangan kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Setelah memastikan Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif Sofyan Basir berada di Indonesia selepas perjalanan dinas ke luar negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melayangkan surat permintaan ke Direktorat Imigrasi agar mencegah Sofyan Basir tidak ke luar negeri selama enam bulan, terhitung sejak 25 April 2019.

Ini semata-mata terkait kasus hukum yang disandang Sofyan Basir, tersangka dugaan suap kesepakatan kontrak kerja pembangunan PLTU Riau-1.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memastikan Sofyan Basir sudah berada di Indonesia sehingga dalam waktu dekat KP bakal segera memeriksanya sebagai tersangka.

Baca: Kecelakaan Bikin FP1 F1 GP Azerbaijan 2019 Berakhir Lebih Cepat

"Sudah ada di Indonesia, untuk jadwal pemanggilan saya persisnya belum tahu tapi dalam waktu dekat," tutur Laode saat ditemui di Gedung Lama KPK, Kav C1, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2018).

Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK yang lain, Basaria Panjaitan mengatakan memang Sofyan Basir dituduhkan pasal 55 yakni ada keturut sertaan dan ikut membantu.

Baca: Mahfud MD Ungkap Soal Sosok 'Pengadu Domba' Saling Serang ternyata 1 Komplotan, Cuma Mau Buat Kacau

Nantinya saat pemanggilan sebagai tersangka, kata Basaria, penyidik bakal mengembangkan apakah ada peran pihak lain yang turut bersama-sama dengan ‎Sofyan Basir.

"Kan memang pasal yang dituduhkan ada 55, ada keturutsertaan dan membantu. Nanti kita lihat perkembangannya karena ‎ini kan masih di tingkat penyidikan dan yang bersangkutan belum diperiksa. Pasti akan ada pendalaman apakah ada lagi bersama-sama dengan dia," ungkap Basaria.

Untuk diketahui, KPK menetapkan Direktur Utama PLN nonaktif Sofyan Basir sebagai tersangka dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan diduga menerima hadiah atau janji bersama dengan mantan anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dari pemilik PT Samantaka Batubara Johannes Budisutrisno Kotjo.

Oleh penyidik, Sofyan juga diduga telah menunjuk Johannes Kotjo secara sepihak untuk mengerjakan pembangunan PLTU Riau-1.

Hal itu dilakukan sebelum terbitnya Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PLN membangun infrastruktur ketenagalistrikan.

Ketika proyek PLTU Riau-1 masuk ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN, Johannes Kotjo memerintahkan anak buahnya bersiap-siap karena dipastikan PLTU Riau-1 akan dikerjakan PT Samantaka.

Baca: XPANDER Limited Tawarkan Kenyamanan dan Ketangguhan Mobil Keluarga

Selain itu, Sofyan Basir pun disebut-sebut aktif terlibat dalam pertemuan-pertemuan membahas PLTU Riau-1 bersama dengan Johannes Kotjo, Eni Maulani Saragih, dan Idrus Marham.

Atas perbuatannya Sofyan Basir dijerat dengan pasal Pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sofyan Basir menjadi tersangka keempat dalam kasus ini. Sebelumnya mantan menteri sosial Idrus Marham divonis penjara selama 3 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan. Selain itu, mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih telah divonis penjara selama 6 tahun.

Sementara pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo yang diduga sebagai penyuap divonis 2 tahun 8 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Hukuman ini kemudian diperberat jadi 4,5 tahun oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini