News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemindahan Ibu Kota Negara

Tiga Hal Perlu Anda Ketahui tentang Rencana Pemindahan Ibu Kota

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lanskap Gereja Katedral, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2014).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah persoalan yang membelit Jakarta, di antaranya masalah lingkungan maupun kepadatan penduduk kembali memunculkan wacana pemindahan Ibu Kota.

Awalnya saat Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali menggelar rapat terbatas terkait wacana tersebut di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/4/2019).

Baca: TKN: Pemindahan Ibu Kota Bisa Hilangkan Kongkalikong

Di era pemerintahan Jokowi, sebenarnya wacana ini sudah sempat mengemuka pada tahun 2017 silam.

Waktu itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pihaknya tengah mengkaji wilayah yang layak dijadikan pusat pemerintahan yang baru.

Bahkan, wacana tersebut sempat dia bahas dengan Jokowi di Istana Negara.

Dalam perbincangan terakhirnya dengan Presiden, Bambang mengatakan kajian pemindahan ibu kota, termasuk skema pendanaan, akan rampung tahun ini.

Baca: Jusuf Kalla: Ibu Kota Baru Diprediksi Ada di Luar Sumatera

"Maka tahun 2018 atau 2019 sudah mulai ada kegiatan terkait dengan pemindahan pusat administrasi pemerintahan," kata Bambang, di kantor Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat.

Lalu, hal apa saja yang menjadi perhatian pemerintah dalam rapat terbatas terkait rencana pemindahan Ibu Kota?

Baca: Seluruh Postingan di Akun Resmi Gojek Menghilang, #InstagramGOJEK Jadi Trending Topic di Twitter

Jika Pindah, Ibu Kota di Luar Jawa

Bambang Brodjonegoro mengungkapkan Presiden Jokowi memiliki tiga opsi terkait hal itu.

Pertama, Ibu Kota tetap di Jakarta dengan memindahkan seluruh kantor-kantor pemerintahan di sekitaran Monumen Nasional dan Istana.

Baca: Pindahkan Ibu Kota, Bappenas Kaji Daerah Minim Bencana

Kedua, pusat pemerintahan pindah ke luar Jakarta dengan syarat jarak sekitar 50 hingga 70 Kilometer dari Jakarta.

Ketiga, benar-benar memindahkan Ibu Kota ke luar Pulau Jawa.

“Dalam rapat diputuskan, Presiden memilih alternatif ketiga, yaitu memindahkan Ibu Kota ke luar Jawa. Ini barangkali salah satu putusan penting yang dilahirkan hari ini," kata Bambang.

Karena diputuskan di luar Pulau Jawa, maka ada sejumlah alternatif wilayah.

Di tengah atau agak ke timur, misalnya Kalimantan ataupun Sulawesi.

Kalimantan adalah daerah yang sebelumnya juga menjadi opsi pemindahan Ibu Kota.

Selain letaknya berada di tengah, letak geografis Kalimantan juga tidak rentan dengan bencana.

Bahkan, Kota Palangkaraya juga pernah dikemukakan Presiden RI Pertama, Soekarno terkait hal ini.

Daerah lain seperti Mamuju, Makassar dan Pare Pare juga masuk ke dalam alternatif tersebut, menurut usulan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Baca: Jokowi Sebutkan Tiga Pulau yang Paling Potensial Menjadi Lokasi Ibu Kota Baru

Menurut Bambang Brodjonegoro, yang paling memungkinkan di Sulawesi yakni di Makassar.

Sebab, Mamuju atau Pare Pare masuk ke dalam wilayah Ring of Fire.

Pembangunan Infrastruktur yang Masif

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan, butuh pembangunan infrastruktur yang masif demi memindahkan Ibu Kota.

Pasti itu membutuhkan (pembangunan) infrastruktur yang masif, dan butuh teknologi informasi dalam pengembangan kota ke depan. Saya belum tahu lokasinya dimana, tapi pasti kita butuh teknologi informasi," ungkap Basuki.

Baca: Rencana Pemindahan Ibu Kota ke Luar Jawa: Usulkan Kalimantan, Inul Daratista Dapat Banyak Dukungan

Kemacetan panjang terjadi di Jalan Matraman, di depan Pasar Jatinegara Jakarta Timur, Jumat (8/6/2018). Banyaknya parkir liar, kendaraan umum yang berhenti sembarangan, dan pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar dan bahu jalan menjadi penyebab kemacetan di jalan tersebut, juga kurangnya pengawasan dari petugas. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Kehadiran teknologi informasi memberikan peranan besar di dalam sektor pembangunan infrastruktur itu sendiri. Tak hanya membantu proses pembangunan sehingga berjalan lebih cepat, dari sisi pembiayaan pun teknologi juga membuat lebih efisien.

Di Kementerian PUPR, imbuh Basuki, pengembangan teknologi infrastruktur terus dilakukan. Seperti yang dikenalkan pada saat seminar PUPR 4.0 beberapa waktu lalu.

Misalnya, aplikasi Jalan Kita yang membantu untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat pengguna jalan dalam memberikan infromasi terkait kondisi jalan dan jembatan di Indonesia.

Contoh lainnya yaitu aplikasi Drought and Flood Early Warning System, yang digunakan untuk mengukur potensi banjir rob, pengembangan wilayah, pengukuran land subsidence, dan kondisi muka air laut.

"Inovasi teknologi perlu dikembangkan, sebagai salah satu bagian dari kebijakan industri 4.0. Ini bukan soal yang besar dan keci, tapi soal cepat dan lambat. Karena ini berkatian dengan efisiensi," ujarnya.

Baca: Ibu Kota Indonesia Bakal Pindah ke Luar Jawa, 12 Negara Ini Sukses Pindahkan Ibu Kota Negaranya

Ia menambahkan, adanya pergeseran fokus pemerintah dalam pengembangan SDM diharapkan akan meningkatkan kualitas generasi penerus.

Hal ini dilakukan karena merekalah yang nantinya akan menerapkan penggunaan teknologi informasi di bidang infrastruktur dan bidang lainnya ke depan.

Butuh Biaya Besar

Pembangunan infrastruktur yang masif tentu membutuhkan biaya yang besar pula.

Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani memiliki solusinya.

Baca: LIPI Sepakat Ibu Kota Negara Dipindahkan ke Kalimantan

Genangan air terjadi di kawasan bundaran air mancur di samping Patung Arjuna Wiwaha atau yang terkenal dengan sebutan Patung Kuda, Jakarta, Senin (9/2/2015). Jalan di sekitarnya tersendat karena sejumlah kendaraan tampak berhenti untuk menghindari genangan air. KOMPAS/LASTI KURNIA (KOMPAS/LASTI KURNIA)

Sri Mulyani meyakini dari sisi anggaran pemindahan Ibu Kota masih dimungkinkan asalkan pemerintah bisa bekerjasama dengan BUMN dan swasta.

"Sudah dikonfirmasi oleh Bu Menkeu bahwa biayanya ini masih dalam batas yang wajar karena kita bisa melakukan kerjasama baik dengan BUMN swasta secara langsung, maupun kerjasama dalam bentuk kerjasama pemerintah badan usaha," kata Bambang.

Menurut dia, Presiden Jokowi memang menginginkan agar pemindahan Ibu Kota ini tak memberatkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tapi melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi pihak ketiga.

"Tapi kontrol tetap ada di pemerintah dalam hal ini," kata dia.

Selain di Ibu Kota Baru, kerjasama dengan BUMN dan swasta juga akan dilakukan di Jakarta.

Bambang menyebut, aset pemerintah yang ada di DKI Jakarta bisa saja disewakan ke swasta apabila pemindahan Ibu Kota sudah dilakukan.

 "Karena kan kalau kantornya pindah ke kota baru, kan kantor yang lama bisa digunakan untuk keperluan lain. Nanti bisa menghasilkan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) juga," ujar Bambang.

Bambang pun mengingatkan bahwa pemindahan Ibu Kota ini akan memakan waktu yang cukup lama.

Baca: Ibu Kota Pindah, Begini Nasib Proyek Infrastuktur Rp 571 Triliun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan

Oleh karena itu, pemerintah bisa menggelontorkan dana dari APBN secara bertahap tiap tahunnya.

"Angka berapapun yang keluar itu tidak akan setahun, pasti multiyears. Perkiraan kami, nanti kita buat skenario 5 sampai 10 tahun," ujarnya.

Tanggapan Anies Baswedan Hingga Perwakilan Australia

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberkan tanggapannya setelah Presiden Jokowi memutuskan Ibukota dipindah ke luar Jawa sangat ditunggu masyarakat.

Anies Baswedan pun menyatakan keputusan pemerintah memintah ibukota Jakarta ke luar Jawa tidak memengaruhi pembangunan Jakarta.

Baca: Sutopo Purwo Nugroho Tegaskan Tak Ada Hubungan Pemindahan Ibu Kota RI dengan Isu Pemilu

Ia menegaskan Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis  karena yang dipindah ke luar Jawa hanya pusat pemerintahan Indonesia.

"Tadi saya sampaikan juga dalam rapat bahwa pemerintahan di Jakarta atau luar Jakarta, masalah-masalah yang ada di Jakarta tetap harus diselesaikan," kata Anies usai rapat terbatas terkait pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4/2019).

"Karena PR-nya, masalah daya dukung lingkungan hidup, ketersediaan air bersih, soal pengelolaan udara, pengelolaan limbah, transportasi, msh jadi PR yang harus diselesaikan," kata Anies.

Menurut Anies, Presiden Jokowi juga setuju bahwa pembangunan di Jakarta akan terus berjalan meski Ibu Kota akan dipindah ke luar Jawa.

Hal itu ditegaskan Presiden di dalam rapat.

"Jadi tadi dalam pertemuan ini Presiden menegaskan bahwa pembicaraan mengenai Ibu Kota tidak ada hubungannya dengan rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta. Rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta tetap jalan terus," kata dia.

Apalagi, Jakarta juga akan tetap menjadi pusat bisnis apabila nantinya Ibu Kota sudah berpindah.

Jadi, yang dipindahkan ke Ibu Kota baru hanya lah pusat pemerintahan saja.

"Tapi yang menyangkut perdagangan, investasi, perbankan, masih tetap di Jakarta," kata Anies.

Pemindahan ini pun juga menjadi sorotan bagi Negara-negara sahabat, misalnya Australia.

Melalui Duta Besarnya, Gary Francis Quinlan mengatakan rencana pemindahaan Ibu Kota sebenarnya tak hanya dibahas saat ini saja.

Melainkan sudah dibahas sejak era kepemimpinan Presiden Soekarno beberapa puluh tahun lalu. 

"Terlalu dini untuk membicarakan hal tersebut. Saya sendiri mendengar kabar itu dari pemerintah kemarin, dan ini menarik perhatian banyak orang. Isu ini sudah dibahas sejak dulu bahkan ketika era presiden Sukarno," kata Gary saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Sebagai anggota diplomatik, Gary mengaku juga menunggu kepastian yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia soal rencana tersebut.

Apalagi, rencana ini masih dalam tahap pembahasan saja dan belum diputuskan.

Ia pun mengaku akan menunggu undangan terkait apabila nantinya diundang untuk membicarakan rencana perpindahan tersebut.

"Bagi saya sebagai diplomat, kami menunggu keputusan Indonesia soal pemindahan Ibu Kota dan tentu juga menunggu undangan dari pemerintah terkait hal tersebut. Hal ini merupakan wewenang pemerintah Indonesia dan kita akan menerima keputusan yang diambil," katanya.

Kepada wartawan, Gary mengaku berat meninggalkan DKI Jakarta.

Meski begitu ia mengatakan akan tetap menyetujui apapun keputusan yang diambil oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Baca: Sandiaga Nilai Pemindahan Ibu Kota Negara Perlu Kajian Mendalam

Menengok berbagai aspek budaya dan pariwisata yang dimiliki oleh Indonesia, Gary meyakini daerah manapun yang nantinya dipilih oleh Pemerintah sebagai Ibu Kota negara, merupakan tempat yang nyaman untuk ditinggali oleh seluruh masyarakat, termasuk dengan anggota diplomatik.

"Saya sendiri ingin tetap di Jakarta, tapi ya tergantung. Karena Indonesia adalah negara yang fantastis seperti dalam promosi pariwisatanya, disebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat menakjubkan. Indonesia itu sangat nyaman untuk ditinggali sehingga dimanapun kita berada di Indonesia, kita tetap nyaman," paparnya. (Kompas.com/Tribunnews.com/TribunJakarta.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini