TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Jawa Barat telah mengidentifikasi terdapat 619 anggota kelompok Anarko Sindikalisme di wilayah Bandung, Jawa Barat.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan dari jumlah tersebut 293 diantaranya masih berusia di bawah umur atau anak-anak.
"Untuk Polda Jabar sudah mengidentifikasi jumlahnya 619. Dari 619 tersebut 605 adalah pria, kemudian 14 adalah wanita. Kemudian diidentifikasi kembali jumlahnya 326 adalah dewasa, dan 293 adalah anak-anak," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019).
Ia mengatakan pihak Polda Jawa Barat dan Polrestabes Bandung telah memanggil seluruh orang tua dari anggota yang berusia di bawah umur untuk dilakukan pembinaan.
Sementara dua anggota dewasa di Bandung ditetapkan sebagai tersangka, lantaran diduga terlibat dalam aksi perusakan atau vandalisme saat aksi peringatan May Day, Rabu (1/5) kemarin.
"Khusus untuk anak-anak ya pola yang telah dilakukan oleh Polda Jabar dan Polrestabes Bandung memanggil seluruh orang tua kemudian polanya adalah pola persuasif, pembinaan," kata dia.
Baca: Polda Sulawesi Utara Ciduk Pembunuh Remaja di Pantai Kora-kora
Jenderal bintang satu itu mengaku prihatin dengan ratusan pelajar yang bergabung dalam kelompok Anarko Sindikalisme itu.
Dedi menyebut pendidikan yang dienyam oleh anggota yang diamankan tersebut beragam, mulai dari SMP hingga perguruan tinggi.
Pelibatan orang tua dalam pembinaan, kata dia, adalah untuk membantu mengontrol anak-anak tersebut. Terutama, karena usia tersebut rentan dan anak-anak tengah mencari jati diri.
"Rata-rata masih tataran paling tinggi kuliah, ada yang SMA, bahkan ada yang SMP. Ya kelompok usia segitu sangat-sangat rentan, yang mencari identitas sendiri. Nah kita melibatkan orang tua, sekolah untuk juga membantu mengontrol mereka, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah," kata dia.
"Karena kalau misalnya mereka mencari jati diri itu nanti bisa disusupi ya oleh boleh dikatakan doktrin-doktrin kelompok tersebut ini sangat membahayakan tentunya," pungkas Dedi.