News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

Kisah Pengusul Pemilu Serentak: Kesedihan Effendi Ghazali Setiap Kali Ada Anggota KPPS Meninggal

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Komunikasi Politik Effendi Ghazali saat wawancara khusus dengan Tribun dikediamannya di kawasan Pinang Ranti, Jakarta Timur, Kamis (2/5/2019). Dalam kesempatan tersebut Effendi Ghazali yang juga merupakan pengaju pemilu serentak di Mahkamah Konstitusi mengajak kepada keluarga anggota KPPS yang meninggal mengajukan tuntutan dan pertanggungjawaban kepada seluruh pihak terkait. Tribunnews/Jeprima

Pasangan presiden dan wakil presiden dipilih oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Jadi, dibuka kesempatan oleh pendiri bangsa untuk mengajukan pasangan calon, boleh dari satu partai dan gabungan partai. Itu kami pentingkan.

Bahkan pada 2013, enam tahun tiga bulan lalu.

Tribun : Media sosial menjadi salah satunya? Mengingat anda sering berbicara soal itu.

Effendi : Kami tahu itu karena akan masuk era media sosial.

Media sosial itu sangat brutal, kalau presidential threshold ini ada, seakan-akan ini 100 dibagi 20, maka dapat lima pasangan calon.

Tapi, kita sudah tahu, oligarki partai, ologarki kapital dan oligarki kekuasaan, akibatnya ada elit partai yang sudah ditarik-tarik ke lembaga antirasuah dan lain-lain, sehingga kami sudah baca nanti jadinya dua nih.

Ketua KPU Arief Budiman menyerahkan santunan kepada keluarga Ketua KPPS TPS 68 Alm.Umar Madi, di rumah duka yang beralamat di Jalan Pahlawan RT. 001/005, Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada Jumat (3/5/2019). TRIBUNNEWS.COM/RINA AYU (Tribunnews.com/Rina Ayu)

Eh benar kan jadinya dua, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Ini akan masuk ke mulut menganga perusak peradaban, namanya media sosial.

Sehingga bagsa ini terbelah menjadi dua di 2014 saling benci dan bertambah lagi di Pilkada 2017.

Di 2019, seakan ini membuka lagi keterbelahan di 2014.

Sekarang terulang lagi nih dan disitu hoax menjadi-jadi, pencemaran dan lain-lain.  Akibatnya, kita kehilangan peradaban tidak bisa duduk bareng lagi. Tidak bisa me-manage, tidak bisa menata pemilu ini tidak bisa tertib.

Mulai dari daftar pemilih, kotak suara, server KPU disetting luar negeri, surat suara dicoblos tujuh kontainer dan macam-macam yang diributkan.

Maka penataannya jadi tidak sebagaimana diharapkan.

Tribun : Setelah ini, apakah akan ada tekanan ke parlemen baru?

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini