Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama nonaktif PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir telah merampungkan pemeriksaannya di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sofyan Basir diperiksa selama kurang lebih 7 jam terkait kasus suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Selepas diperiksa KPK, Sofyan Basir tidak berbicara soal subtansi pemeriksaan.
Ia malah mengucapkan selamat bulan suci Ramadan.
"Selamat hari perayaan Ramadan. Masyarakat aman listriknya, karyawan-karyawati PLN aman, semua berjalan dengan baik di bulan suci Ramadan," ucap Sofyan Basir di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019).
Mendampingi Sofyan Basir dalam kesempatan tersebut Soesilo Aribowo selaku kuasa hukum.
Soesilo menyebut kliennya dicecar 15 pertanyaan oleh tim penyidik KPK.
"Baru 15 pertanyaan, belum banyak, jadi belum ke materi (pemeriksaan)," kata Soesilo.
Baca: Polri Sebut Kelompok Teroris JAD Lampung yang Dipimpin SL Berniat Manfaatkan Momentum People Power
Pemeriksaan baru berbicara seputar identitas Sofyan Basir.
"Standar saja, masih identitas, kemudian tupoksi sebagai dirut. Kemudian mengenai penandatanganan kontrak yang kemarin jadi sedikit masalah di Riau-1. Yang lain-lain belum ada," katanya.
Soesilo menambahkan, jika kliennya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK, termasuk penetapan status tersangkan terhadap Sofyan Basir.
"Ya karena proses hukum kita harus hormati, kita harus jalankan dengan baik, KPK profesional, ikuti saja," ujarnya.
Baca: Tangis Vanessa Angel Pecah Saat Teringat Sosok Ini, Sedih Harus Jalani Puasa Pertama di Penjara
Diketahui Sofyan Basir diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai USD 900 juta atau setara Rp 12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek 'Independent Power Producer' (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 PT PLN.
Baca: Respons KPU, Bawaslu, dan Seknas Prabowo-Sandi Terkait Temuan Ribuan Form C1 dari Mobil di Menteng
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN.
Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar 'Power Purchase Agreement' (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.
Baca: Respons BPN Prabowo-Sandi Sikapi Pernyataan Wiranto Soal Ada Orang di luar Negeri Hasut Masyarakat
Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan SGD 40 ribu.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp 5 miliar.